Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp 153,86 triliun. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan realisasi perlinsos dalam program PEN 2020 yang mencapai Rp 220,39 triliun.
Adapun anggaran perlindungan sosial tahun ini sudah didesain ulang yakni dengan memperpanjang masa waktu insentif atau stimulus tertentu hingga September dan Desember. Makanya total anggaran tersebut ditambah Rp 6,59 triliun dari pagu sebelumnya sebesar Rp 148,27 triliun.
Anggaran perlindungan sosial 2021 tersebut dialokasikan setidaknya dalam tujuh program antara lain program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, bantuan sosial tunai (BST), bantuan langsung tunai (BLT) desa, kartu prakerja, bantuan kuota internet untuk siswa dan tenaga didik, serta diskon listrik bagi rumah tangga yang mengonsumsi listrik 450 va hingga 900 va.
Baca Juga: Reformasi perpajakan menjadi upaya pemerintah menyehatkan kembali APBN
Meskipun jumlah program perlindungan sosial tahun ini masih banyak, namun jika dibandingkan tahun lalu, masih kalah banyak baik secara nilai maupun secara jumlah program.
Misalnya, tahun lalu anggaran PKH mencapai Rp 37,4 triliun, sementara tahun ini hanya Rp 28,31 triliun. Kemudian, tahun lalu pemerintah memberikan insentif kepada karyawan yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan berupa BLT sebesar Rp 600.000 per bulan dan diberikan selama empat bulan.
Dari sisi daya tahan fiskal pun, sebetulnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun masih kokoh. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi defisit APBN sepanjang semester I-2021 sebesar Rp 283,2 triliun atau setara 1,72% terhadap produk domestik bruto (PDB). Persentase itu masih jauh dari outlook akhir tahun yang mematok defisit 2021 sebesar 5,7% dari PDB.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan besaran perlinsos tahun ini telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya, situasi ekonomi tahun ini yang sudah terindikasi lebih baik dari tahun lalu, sehingga porsi bantuan sosial dalam program PEN bisa ditekan.
Baca Juga: Kemenkeu inisiasi program Secondment dan Kemenkeu Satu Negeri
Febrio menyampaikan besaran anggaran perlindungan sosial tahun ini sebetulnya sudah cukup besar. Yang jelas ia menegaskan pemerintah memastikan untuk 40% rumah tangga miskin dapat dicukupi dari program-program perlindungan sosial. Dus, saya beli masyarakat kelas ekonomi tersebut bisa bertahan di masa pandemi.
Menurutnya, dalam penggunaan anggaran harus tetap prudent sambil mencermati kondisi perekonomian yang berkembang. Sejalan dengan pengendalian pandemi virus corona yang pada akhirnya menentukan kebijakan pelonggaran atau pembatasan kegiatan masyarakat.
“Pemerintah tetap fleksibel dalam penggunaan anggaran, tentu untuk bisa mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Perlindungan sosial harus tetap kita berikan beberapa program juga kita lakukan percepatan,” kata Febrio saat Dialog Virtual bersama dengan Wartawan, Jumat (9/7).
Sejalan, Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani menilai secara porsi anggaran perlindungan sosial tahun ini relatif besar. Masalahnya, pemerintah harus memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang digunakan untuk memberikan stimulus kepada masyarakat miskin.
Tujuannya supaya uang negara yang dikucurkan bisa efektif dan tepat sasaran.
“Kalau data itu harusnya bottom-up, didata dari RT/RT, Desa, hingga Kecamatan dan Kabupaten. Karena kalau data yang digunakan saat ini misalnya rumah berlantai tanah itu belum tentu menentukan status ekonomi, karena di beberapa daerah lantai tanah menjadi budaya,” ujar Dendi dalam kesempatan yang sama, Jumat (9/7).
Selanjutnya: Catat, 3 insentif pajak ini hanya diberikan kepada 5 sektor usaha tertentu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News