Reporter: Bambang Rakhmanto |
JAKARTA. Menteri Keuangan Agus Martowardojo akhirnya mengungkapkan aturan baru mengenai tarif impor film. Dengan ini, seharusnya beres sudah kemelut impor film yang berujung hilangnya film box-office dari layar bioskop Indonesia.
Aturan fiskal baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Setelah PMK ini diumumkan, importir film hanya membayar satu macam tarif yakni tarif spesifik. Menkeu menyebutkan, besaran tarif itu berada di kisaran Rp 21.000 dan Rp 22.000 per menit per copy. Jadi, importir hanya akan membayar tarif dengan mengalikan nominal tersebut dengan durasi film plus jumlah copy yang digandakan. Menurut Menkeu, tarif spesifik ini akan lebih memudahkan dan menyederhanakan perhitungan tarif impor film.
Menkeu menjelaskan, seharusnya Indonesia menerapkan bea masuk impor dengan tarif spesifik sejak tahun 1996-1997. Namun, ternyata tidak dijalankan. Kementerian Keuangan mencatat, ada tiga importir yang memang terbukti tidak menjalankan dengan tertib pembayaran pajak dan bea masuk impor film. Mereka ini sudah ditegur dan diminta untuk membayar seperti hasil audit. Di sisi lain, ada 14 perusahaan yang sudah menjalankan sesuai dengan ketentuannya. “Permasalahan bea masuk yang belum dibayar itu permasalahannya antara negara dengan importir, bukan masalah negara Indonesia dengan negara asing, atau masalah negara Indonesia dengan eksportir,” tegasnya.
Dengan aturan baru ini, lanjut Agus, pengusaha atau distributor film impor akan berpikir dan berhitung terlebih dahulu sebelum memasukkan barang impor. Aturan yang terdahulu belum berbicara mengenai hal ini, sehingga menjadi tidak fair bagi industri film dalam negeri.
”Saya sudah tanda tangan PMK-nya. Kita juga sedah sepakati akan menata ulang ketentuan terkait dengan distribusi supaya distribusi film itu bisa lebih luas, bisa lebih transparan dan bisa memberikan pasokan kepada industri bioskop film yang lebih luas,” ungkapnya, Jumat, (17/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News