Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. Masyarakat penikmat film harap bersabar untuk bisa kembali bebas menonton film impor. Sebab, pemerintah belum juga menyelesaikan pembahasan penerapan pajak tunggal (single tax) untuk film impor.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan, Kementerian Keuangan bersama Kementerian Budaya dan Pariwisata sedang merancang single tax untuk film asing. "Kami masih mengkaji apakah bentuk pajak ini lebih baik atau tidak," ujarnya, Selasa (30/5). Agus berharap, dengan penerapan pajak tunggal, pemerintah bisa mencari bentuk hubungan yang sama-sama menguntungkan antara pemerintah dengan importir film asing.
Sejauh ini, ada tiga jenis pajak untuk impor film asing yang diklasifikasikan dalam HS code 3706. Yakni, pajak impor berupa tarif bea masuk sebesar 10%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor 10%, dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor 2,5%. Film impor juga masih dikenai royalti senilai US$ 0,43 per meter rol film. "Agar lebih sederhana kami akan gabung jadi satu pajak royalti saja," katanya.
Sayangnya, Agung Kuswandono, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai enggan bicara tentang pajak film impor ini. Ia cuma bilang, sedang dilakukan kajian oleh pihak-pihak berwenang. "Kita tunggu saja kajian royalti tersebut seperti apa," katanya singkat.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menyatakan, keputusan penerapan single tax ini hasil kesepakatan antara Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pada April 2011 lalu. Jero menjelaskan, dengan single tax ini, importir film hanya membayar satu kali saat film impor masuk. Setelah itu, tak ada lagi pungutan pajak dan royalti.
Wakil Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) Rudi Sanyoto pernah mengusulkan agar Indonesia mencontoh pajak film di Thailand. Negeri Gajah Putih itu hanya menetapkan pajak tunggal bagi film impor sebesar US$ 1 per meter rol film.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News