kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Agar Eksportir Betah Parkir DHE di RI, Ini Saran Para Ekonom


Kamis, 03 November 2022 / 19:35 WIB
Agar Eksportir Betah Parkir DHE di RI, Ini Saran Para Ekonom
ILUSTRASI. Bank Indonesia (BI) tengah mencari cara untuk membuat para eksportir betah memarkirkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tengah memutar otak untuk membuat para eksportir betah memarkirkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri. 

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, dirinya tengah berkoordinasi dengan perbankan untuk menggodok rencana pemberian insentif, baik insentif pajak suku bunga maupun nanti insentif mekanisme suku bunga yang menarik. 

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengapresiasi langkah yang akan ditempuh oleh bank sentral tersebut. Menurutnya, memang insentif ini diperlukan agar DHE yang masuk tidak hanya “numpang lewat.”

Baca Juga: Agar Devisa Hasil Ekspor Betah Tinggal dalam Negeri, Ini yang Dilakukan BI

Ia juga menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh BI untuk mendukung hal ini. Seperti, insentif pajak suku bunga. Menurutnya bisa diberikan secara berjenjang, tergantung dengan tenor penempatannya. 

“Bagusnya berjenjang. Jadi disesuaikan kebutuhan valas kita berapa lama, kalau butuhnya jangka pendek, ya insentifnya diberikan pada yang jangka pendek. Demikian sebaliknya terkait jangka panjang. Ini bisa disesuaikan,” terang David kepada Kontan.co.id, Kamis (3/11). 

Kemudian, David juga menyarankan BI bisa mempertimbangkan instrumen swap yang lebih panjang untuk memberi kepastian terhadap kurs, bila para eksportir sudah memasukkan DHE ke perbankan dalam negeri. 

Jadi, para eksportir bisa mendapatkan opsi kurs yang lebih baik untuk waktu tertentu periode penempatan. Dengan adanya ini, para eksportir bisa merasa lebih aman ketikan membutuhkan valas untuk keperluan perdagangannya. 

Selain itu, BI bisa memperketat peraturan kewajiban devisa mengendap untuk sektor-sektor tertentu yang ekstraktif, terutama sektor yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA). 

Ia menilai, selama ini kebijakan DHE di Indonesia belum ada kewajiban mengendapkan DHE selama kurun waktu tertentu. Padahal, kebijakan ini sudah diterapkan di negara lain seperti Malaysia maupun Thailand. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira turut membeberkan kondisi di lapangan. Dari pengamatannya, masih banyak eksportir yang bahkan enggan membawa pulang DHE ke dalam negeri karena beberapa alasan. 

Baca Juga: Begini Prospek Cadangan Devisa di Akhir Tahun 2022

Pertama, perbankan dinilai tidak siap untuk menerima DHE, termasuk dalam hal suku bunga deposito valas dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan negara lain. Ia mencontohkan Singapura, memiliki suku bunga deposito valas sekitar 3% hingga 4%. 

Kedua, para eksportir tetap membutuhkan dolar Amerika Serikat (AS) untuk membayar kapal logistik. Sedangkan bila DHE kemudian dikonversi ke rupiah, akan terjadi ketidakcocokan (missmatch) yang banyak. 

Bhima cukup menyayangkan hal ini. Pasalnya, selama ini kita mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas, berupa surplus neraca perdagangan yang jumbo. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan barang periode Januari 2022 hingga September 2022 tercatat US$ 39,87 miliar. 

Sayangnya, surplus jumbo tersebut tidak diimbangi dengan masuknya DHE secara masif ke dalam negeri, sehingga tidak terlalu kokoh dalam menyokong otot rupiah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×