Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
Data yang sebenarnya cukup berisiko terutama untuk pasien karena ada alamat rumah dan status covid. Data memang menjadi hal yang menjadi buruan para peretas dewasa ini, tak selalu mereka mencari data kartu kredit. Selain itu, resiko dijauhi secara sosial juga cukup serius, karena masih ada bagian di masyarakat kita yang bersikap berlebihan pada pengidap Covid19.
Bahkan sebenarnya sangat berisiko bagi negara juga. Terutama bila yang membeli data mempunyai tujuan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat. Mengingat masih banyak masyarakat yang mudah tersulut dengan isu covid19. Misalnya melakukan pengucilan bahkan pengusiran, hal yang bisa menimbulkan gesekan horizontal.
Baca Juga: BPJS Watch minta pengawasan potensi fraud di BPJS Kesehatan tak hanya ke faskes
Perlindungan data dan keamanan siber pada sistem di tanah air khususnya lembaga pemerintah memang masih menjadi pekerjaan rumah yang berat. "Terutama karena faktor undang-undang, porsi anggaran dan budaya birokrasi,"terang Pratama.
Menurut Pratama, data-data yang bocor itu, selain banyak dan diburu banyak pembeli, juga secara langsung menaikkan citra si peretas di ekosistemnya. Hal ini secara langsung berpengaruh ke finansial maupun daya tawar si peretas. Pratama memaparkan, sebenarnya data pribadi bukan sasaran utama.
Yang disasar adalah instansi pemerintah dan swasta yang sangat berpengaruh. Seperti Polri, Kementerian kesehatan, Tokopedia atau lainnya yang menyimpan data pribadi masyarakat. Tapi, "Data yang lebih mahal serta rahasia bisa jadi dijual terbatas tidak melalui forum internet yg lebih terbuka," ujar Pratama.
SELANJUTNYA: Makin tegang, tiga kapal induk AS bersiaga di pintu masuk Laut China Selatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News