kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada 230.000 data pasien corona diduga bocor dan dijual, ini kata pakar keamanan siber


Minggu, 21 Juni 2020 / 18:11 WIB
Ada 230.000 data pasien corona diduga bocor dan dijual, ini kata pakar keamanan siber
ILUSTRASI. Tangkapan layar penjual data pasien Covid


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Lagi-lagi data masyarakat Indonesia bocor. Kali ini kebocoran menyangkut database pasien corona alias Covid-19. Dalam situs Raid Forum, situs yang beberapa waktu lalu juga menjual data pengguna e-commerce, akun bernama Database Shopping mengklaim memiliki 230.000 database pasien Covid-19 di Indonesia. 

Akun itu mengaku, data itu berdasarkan tanggal 20 Mei 2020. Tanggal yang sama saat dia bergabung di Raid Forum. Di spoiler memang terlihat beberapa data yang bocor.

Baca Juga: Halo para PNS, mau tahu siapa PNS pertama dengan NIP 010000001?

Sebagian di antaranya adalah data tanggal laporan, status, nama responden, kewarganegaraan, kelamin, umur, telepon, alamat tinggal, resiko, jenis kontak, hubungan kasus, tanggal awal risiko, tanggal akhir risiko, tanggal mulai sakit, tanggal rawat jalan, faskes rawatjalan, tanggal rawatinap, faskes rawatinap, keluhan demam, keluahan sakit, tanggal pengiriman sampel, status ODP/PDP/Positif dan nomor induk kependudukan (NIK). 

Terlihat pula beberapa nama dan wilayah yang bocor. Sekilas kebanyakan di Bali. Selain data Warga Negara Indonesia (WNI) tampak juga Warga Negara Asing. Si pembocor juga menyebut IP Address, yang menjadi sumber kebocoran.

Menurut pakar keamanan siber, Pratama Persadha, kejadian ini tentu menambah buruk deretan peretasan yang berakhir dengan pengambilan data oleh peretas. "Memang yang paling disesalkan hampir semua data yang diambil dari Polri, Bhinneka, Bukalapak dan Tokopedia tidak dilindungi enkripsi sehingga bisa langsung diperjualbelikan.

Masih harus dicek dan digital forensic darimana asal data tersebut, dari kemenkes atau lembaga lain yang mengelola data covid19," kata Pratama, yang juga Chairman Communication & Informatian System Security Research Center (CISSReC) kepada Kontan.co.id,  Ahad (21/6). 

HALAMAN SELANJUTNYA: Data-data itu cukup berisiko

Data yang sebenarnya cukup berisiko terutama untuk pasien karena ada alamat rumah dan status covid. Data memang menjadi hal yang menjadi buruan para peretas dewasa ini, tak selalu mereka mencari data kartu kredit. Selain itu, resiko dijauhi secara sosial juga cukup serius, karena masih ada bagian di masyarakat kita yang bersikap berlebihan pada pengidap Covid19.

Bahkan sebenarnya sangat berisiko bagi negara juga. Terutama bila yang membeli data mempunyai tujuan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat. Mengingat masih banyak masyarakat yang mudah tersulut dengan isu covid19. Misalnya melakukan pengucilan bahkan pengusiran, hal yang bisa menimbulkan gesekan horizontal.

Baca Juga: BPJS Watch minta pengawasan potensi fraud di BPJS Kesehatan tak hanya ke faskes

Perlindungan data dan keamanan siber pada sistem di tanah air khususnya lembaga pemerintah memang masih menjadi pekerjaan rumah yang berat. "Terutama  karena faktor undang-undang, porsi anggaran dan budaya birokrasi,"terang Pratama. 

Menurut Pratama, data-data yang bocor itu, selain  banyak dan diburu banyak pembeli, juga secara langsung menaikkan citra si peretas di ekosistemnya. Hal ini secara langsung berpengaruh ke finansial maupun daya tawar si peretas. Pratama memaparkan, sebenarnya data pribadi bukan sasaran utama.

Yang disasar adalah instansi pemerintah dan swasta yang sangat berpengaruh. Seperti Polri, Kementerian kesehatan, Tokopedia atau lainnya yang  menyimpan data pribadi masyarakat. Tapi, "Data yang lebih mahal serta rahasia bisa jadi dijual terbatas tidak melalui forum internet yg lebih terbuka," ujar Pratama.

SELANJUTNYA: Makin tegang, tiga kapal induk AS bersiaga di pintu masuk Laut China Selatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×