Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bahwa pemerintah lambat dalam melindungi masyarakat atau konsumen dari bahaya produk tembakau.
Hal ini lantaran Rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan belum juga rampung.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, Presiden Joko Widodo sendiri concern dengan perlindungan sumber daya manusia (SDM), salah satunya melalui amandemen PP tersebut.
Lebih lanjut, revisi PP ini sangat mendesak dilihat dari sisi internasional, sisi normatif dan juga dari sisi sosiologis.
Baca Juga: Soal revisi PP 109 tahun 2012, Kemenkes: izin prakarsa sudah sampai di Setkab
"Keberpihakan dan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia kita perlu dipertanyakan keseriusannya. Apa yang membuat aturan yang mengatur hilir produk tembakau ini terkatung-katung sampai sekarang? Ini persoalan yang serius," jelas Tulus dalam Diskusi Virtual AJI DKI Jakarta, Rabu (10/11).
Persoalan produk tembakau terutama rokok menjadi sangat sensitif dikaitkan dengan perlindungan anak. Di mana penjualan rokok di Indonesia menurut Tulus menjadi yang termurah di dunia dengan cukai yang sangat rendah.
YKLI meminta agar penjualan rokok secara eceran atau ketengan dapat dilarang. Pasalnya penjualan rokok secara ketengan dinilai mampu dijangkau oleh anak-anak.
"Tidak ada di dunia ini rokok yang bisa dijual ketengan seperti kita beli permen. Inikan ada zat adiktif dan juga benda kena cukai mana ada benda kena cukai bisa dijual secara ketengan per batang. Kia minta agar segera melarang penjual rokok ketengan sebagai salah satu upaya untuk melindungi konsumen," imbuhnya.
Tulus menyebut, sekalipun pemerintah menaikkan cukai dengan alasan pengendalian rokok, masih dirasa kurang sebagai upaya pengendalian peningkatan perokok pemula.
Kemudian Tulus menyoroti mengenai penyebaran informasi mengenai produk tembakau di dalam media digital yang dapat diakses dengan mudah terutama anak-anak.
YLKI menilai seharusnya iklan produk tembakau yaitu rokok sudah dilarang. Berkaca di Eropa dan Amerika sendiri yang sudah melarang adanya iklan mengenai produk tembakau.
"Ini sangat paradoks karena rokok ini sebagai benda kena cukai tapi malah dia promosikan. Nah kita satu-satunya negara di dunia yang masih melegalkan iklan rokok, produk yang kena cukai sebenarnya iklan yang ilegal karena mengiklankan barang yang kena cukai jadi bertentangan dengan undang-undang cukai," jelas Tulus.
Baca Juga: Banyak rokok ilegal, Gappri desak pemerintah tidak kerek cukai rokok tahun depan
Selanjutnya pemerintah juga diminta mengatur mengenai rokok elektrik yang saat ini marak digunakan masyarakat. Tulus menyayangkan adanya standar nasional Indonesia (SNI) dalam rokok elektrik.
Pasalnya produk yang berlabel SNI seharusnya berkategori aman bagi konsumen. Padahal secara kesehatan sendiri rokok memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.
Revisi PP ini ditegaskan mengatur hilirisasi dari produk tembakau. Maka Tulus tidak setuju jika revisi PP No 109 tahun 2012 ini dikaitkan dengan sisi hulu yaitu para petani tembakau.
"Mengenai nasib petani sering dikaitkan bahwa amandemen PP ini akan mengancam petani tembakau, secara substansi ini jadi kerangka pikir karena yang diatur dalam PP ini adalah upaya dalam amandemen mengatur hilir tidak mengatur dari sisi hulunya, sedangkan petani itu kan ada di sisi hulunya," paparnya.
Secara garis besar keseriusan pemerintah dalam revisi PP No 109 tahun 2012 amat ditunggu sebagai upaya mewujudkan generasi emas mendatang dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia.
Selanjutnya: Wall Street memerah, data harga konsumen Oktober picu kekhawatiran inflasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News