Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sementara itu, Direktur Program Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti meminta kepada pemerintah agar berhati-hati dalam menetapkan cukai, apalagi jika sampai terlalu tinggi.
Baca Juga: Terkumpul Rp 23 Triliun, Setoran Kepabeanan dan Cukai Lesu di Awal Tahun
Esther menyarankan seharusnya pemerintah bisa lebih kreatif dalam meningkatkan penerimaan negara, sehingga tidak hanya bergantung pada cukai rokok saja yang justru dapat menjadi bumerang bagi negara.
“(Dampak kenaikan cukai) permintaan pabrik rokok berkurang, sehingga konsumen pun pindah ke rokok yang lebih murah. Bisa juga ke rokok ilegal, padahal rokok ini kan tidak membayar cukai. Kalau pindah ke rokok ilegal, yang rugi pemerintah juga. Dampaknya penerimaan pemerintah juga berkurang,” jelasnya.
Dengan gambaran itu, Esther berpendapat bahwa kenaikan cukai rokok seharusnya tidak boleh terlalu tinggi.
Baca Juga: Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menyusut
Sebab, agresifnya kenaikan cukai rokok tidak mampu mengurangi konsumsi rokok di masyarakat, tetapi hanya beralih kepada rokok murah yang justru menjadi permasalahan baru.
“Cukai (rokok) itu kalau bisa jangan terlalu tinggi. Kalau naik ya oke, tetapi harus melihat kapasitas dari pabrik-pabrik rokok itu, melihat permintaannya juga. Pemerintah juga tidak boleh terlalu bergantung pada cukai rokok. Lebih kreatif, pemerintah harusnya memaksimalkan dari penerimaan negara bukan hanya dari pajak dan cukai saja,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News