Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
Dari sisi nilai investasi, proyeksi Bahlil realisasi investasi 2021 sebesar Rp 886 triliun, tumbuh 8,4% terhadap target akhir tahun 2020 senilai Rp 817 triliun.
BKPM menjamin, ke depan investasi Indonesia tidak didominasi oleh sektor tersier seperti jasa seperti pergudangan dan pelabuhan, melainkan sektor primer dan sekunder. Maklum realisasi sektor primer tahun lalu kontraksi 2,87% year on year (yoy).
Sementara itu, berdasarkan data BKPM, realisasi investasi sektor jasa sepanjang semester I-2020 sebesar Rp 220,9 triliun. Angka tersebut setara dengan 54,9% dari total investasi langsung di periode Januari-Juni 2020 sebesar Rp 402,6 triliun.
Pencapaian tersebut sudah menjadi tren sektor tersier sejak 2017 hingga 2019, secara berurutan masing-masing menyumbang sebesar 42,3%, 50,8%, dan 57,4% terhadap total realisasi investasi di kala itu.
Realisasi tersebut mengalahkan sektor padat karya baik primer maupun sekunder. “Justru UU Cipta Kerja, ini menuju transformasi UU yang mendorong hilirisasi dan menciptakan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja. Kita ingin tidak boleh lagi mengirim barang-barang mentah dengan demikian ada pergeseran,” ujar Bahlil.
Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan sektor primer tidak serta merta akan membaik dengan kemudahan birokrasi, tetapi lebih penting stabilitas harga komoditas.
Enny menilai, meski harga crude palm oil (CPO) mulai membaik, tetapi harga minyak mentah dan batubara masih ada di level rendah.
Pelemahan harga komoditas itu diprediksi akan berlanjut sampai tahun depan, sejalan dengan penurunan permintaan global karena ketidakpastian ekonomi di sejumlah mitra dagang Indonesia.
Baca Juga: UU Cipta Kerja mampu mendorong pertumbuhan kredit? Begini kata bankir
“Hampir semua komoditas andalan kita melemah karena pelemahan ekonomi, dengan kondisi seperti ini investor akan mempertimbangkannya karena jadi tidak menarik,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Minggu (11/10).
Kendati demikian, Enny mengatakan tren investasi di sektor pertambangan terlalu banyak mengeksploitasi sumber daya alam, tapi nilai tambahnnya sedikit.
“Mereka juga biasanya jarang mau bangun smelter dan hilirisasi. Harusnya setelah ada primer masuk ke sektor sekunder biar banyak menyerap tenaga kerja, kenyataannya kan mahal lompat ke tersier,” ujar Enny.
Menurutnya, investor di sektor primer lebih berminat untuk investasi jangka panjang. Sehingga, baiknya UU Cipta Kerja dibarengi dengan aturan pelaksanaan UU Minerba dengan tetap memperhatikan azan lingkungan dan penyerapan tenaga kerja.
Enny memprediksi tahun depan investasi langsung masih akan didominasi oleh sektor sekunder. “Nilai investasinya salah satu yang besar tapi penyerapan tenaga kerjanya rendah, alhasil investasi tidak begitu pengaruh mendorong ekonomi tahun depan,” kata Enny.
Selanjutnya: Omnibus Bikin Panas Pekerja, Adem di Pengusaha
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News