Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah perlu menyiapkan ragam strategi untuk melakukan pembayaran utang jatuh tempo yang nilainya tak sedikit.
Sebagai informasi, total utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri dari utang jatuh tempo atas surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun.
Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menyampaikan, nampaknya pemerintah tidak hanya melakukan reprofiling dari sisi penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk membayar utang, namun juga akan mengandalkan pinjaman bilateral atau multilateral.
Hal ini sejalan dengan imbal hasil yang diperkirakan meningkat imbas tekanan global yang memanas.
Untuk diketahui, reprofiling adalah upaya untuk menata ulang profil jatuh tempo obligasi atau dana pihak ketiga.
Baca Juga: Selain BI, Pemerintah Akan Lakukan Debt Switch Secara Berkala dengan Pelaku Pasar
“Harapannya suku bunga yang mereka dapat juga dari utang ke lembaga multilateral, bilateral maupun juga lembaga itu bisa lebih rendah dan dengan opsi nilai tukar yang relatif bervariasi,” tutur Myrdal kepada Kontan, Jumat (3/1).
Bila mengutip Perpres Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025, pemerintah akan membayar utang jatuh tempo menggunakan pinjaman dalam negeri Rp 5,17 triliun, dan membayar cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 88,36 triliun.
Sementara itu, terkait penerbitan surat utang, Myrdal melihat pemerintah baru akan memaksimalkan penerbitan SBN pada periode kuartal III dan IV.
Hal ini juga untuk menghindari adanya dampak dari kebijakan Presiden terpilih AS Donald Trump akibat kebijakan proteksionisme perdagangan ataupun juga kebijakan terkait dengan langkah untuk menurunkan pajak korpoasi.
Sementara itu, pemerintah juga sepakat untuk membayar utang jatuh tempo kepada Bank Indonesia (BI) melalui mekanisme debt switch alias mengonversi utang jangka pendek menjadi jangka panjang.
Utang jatuh tempo yang akan dibayarkan pemerintah melalui mekanisme tersebut mencapai Rp 100 triliun. Utang tersebut merupakan hasil dari burden sharing antara pemerintah dan BI yang dilakukan dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi Covid-19.
Selain dengan BI, pemerintah pemerintah juga akan melakukan mekanisme debt switch secara berkala kepada pelaku pasar.
Sementara itu, sebagai gambaran, sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah melakukan revolving atau menerbitkan kembali semua utang jatuh tempo pada 2024
Dalam hal ini, pemerintah akan menerbitkan instrumen baru yang dibeli oleh para investor setelah instrumen sebelumnya jatuh tempo. Proses ini memungkinkan pemerintah untuk untuk mempertahankan arus keuangan yang stabil tanpa membebani APBN dengan pembayaran utang yang besar.
"Jadi semuanya di revolving, jadi kita ada yang revolve, ada yang baru jadi. Makanya sebenarnya gross issuance kita sebetulnya lebih besar dari defisit financing," katanya.
Baca Juga: Anak Usaha Waskita Karya (WSKT) Lakukan Restrukturisasi Utang, Begini Detailnya
Selanjutnya: Lion Air Layani Penerbangan Haji, Optimalkan Bisnis Maskapai Dalam Negeri
Menarik Dibaca: Hujan Turun Sore dan Malam, Berikut Ramalan Cuaca Besok (6/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News