Reporter: Dina Farisah | Editor: Edy Can
JAKARTA. Puluhan orang yang mengatasnamakan Ikatan Tukang Gigi Indonesia (ITGI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senin (4/6). Para pengunjuk rasa ini menuntut pemerintah mencabut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1871 Tahun 2011.
Buhari, salah seorang pengunjuk rasa menilai Permenkes itu akan membuat tukang gigi menganggur. "Jika tukang gigi dilarang beroperasi maka 75.000 orang kehilangan pekerjaan," katanya dalam orasi, Senin (4/6).
Para pengunjuk rasa ini mengaku berasal dari Cirebon, Bandung, Pekalongan, Kuningan, Ciamis dan Majalengka. Mereka menilai, aturan itu akan berdampak panjang seperti timbulnya kemiskinan, anak putus sekolah dan kelaparan.
Asal tahu saja, Permenkes itu membatalkan Permenkes Nomor 339 tahun 1989 yang mengatur kewenangan, larangan serta perizinan tukang gigi. Dengan adanya aturan ini, Kementerian Kesehatan tak lagi mengeluarkan izin operasi baru bagi tukang gigi.
Dulunya, pemerintah mengizinkan beroperasinya tukang gigi lantaran jumlah dokter gigi dan penyebarannya belum banyak. Ketika itu, pendaftaran dan perizinan praktik tukang gigi diatur dalam Permenkes No. 53/DPK/I/K/1969.
Seriring perjalanan waktu, Kementerian Kesehatan kemudian mengatur kewenangan, larangan dan perizinan tukang gig dalam Permenkes No.339/MENKES/PER/V/1989. Aturan in menegaskan, tukang gigi yang telah teregistrasi dan memiliki izin wajib membaharui izin untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali hingga usia 65 tahun.
Ajukan judicial review
ITGI juga akan mengajukan uji material atas pasal 37 ayat (2) dan pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. ITGI merasa dirugikan atas berlakunya kedua pasal itu lantaran mengatur larangan dan sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan praktek seolah-olah seperti dokter atau dokter gigi.
Dalam pasal 73 ayat (2) disebutkan, setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain yang menimbulkan kesan seolah-olah bersangkutan adalah dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan atau izin praktek.
Sementara pasal 78 menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktek sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta.
"Kami menuntut agar Permenkes nomor 1871 tahun 2011 dicabut dan dilakukan revisi terhadap pasal 73 ayat (2) dan pasal 78 Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran," tandas Buhari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News