Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) sedianya akan diterapkan mulai 1 Januari 2014. Kesiapan regulasi dan infrastruktur untuk penerapan program tersebut dipertanyakan.
Anggota Komisi IX DPR Chusnunia Chalim mengatakan, ada 16 peraturan turunan dari Undang-Undang BPJS. Dari jumlah itu, sebut dia, baru dua peraturan yang sudah ada, yakni tentang jaminan kesehatan dan bantuan iuran.
"Sekarang tinggal satu bulan lagi (sebelum jadwal penerapan). Apa bisa 14 peraturan sisanya diselesaikan dalam satu bulan?" tanya Chusnunia, dalam diskusi di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa ini pun mempertanyakan kesiapan infrastruktur penopang BPJS. Sebagai contoh, dia menyebutkan soal masih banyaknya rumah sakit umum daerah yang memiliki dana jauh di bawah rasio kecukupan anggaran. Apalagi porsi anggaran Kementerian Kesehatan di APBN hanya berkisar 2,5 persen.
Chusnunia mempertanyakan pula penurunan porsi anggaran dari APBN 2013 ke APBN 2014. Pada APBN 2013, sebut dia, anggaran Kementerian Kesehatan adalah Rp 43 triliun. Namun pada APBN 2014, angkanya justru turun menjadi Rp 33 triliun. "Padahal mau diberlakukan BPJS," ujar dia.
Kekurangan dokter, papar Chusnunia, merupakan problem lain. Berdasar hitungannya, Indonesia masih kekurangan sekitar 25 ribu dokter. "Yang ada pun tidak merata persebarannya," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, berpendapat bahwa BPJS tetap harus berjalan tepat waktu sekalipun ada banyak kekurangan. Dia pun mengatakan, PT Askes dan PT Jamsostek yang berbentuk persero dan mengejar profit tak cocok mengelola program jaminan ini.
"Masak jaminan sosial mau cari untung?" tanya Hasbullah. Sementara, ujar dia, negara punya kewajiban menyehatkan warga negaranya agar dapat berproduksi. (Rahmat Fiansyah/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News