kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tiga resep Ditjen Pajak untuk kejar target penerimaan pajak tahun ini


Sabtu, 11 Januari 2020 / 09:00 WIB
Tiga resep Ditjen Pajak untuk kejar target penerimaan pajak tahun ini


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderak Pajak (Ditjen Pajak) sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengejar penerimaan pajak tahun 2020. Strategi tersebut berdasarkan basis intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan penerimaan pajak pada tahun ini mencapai Rp 1.642,6 triliun. Jumlah ini naik 4,12% dari target tahun lalu senilai Rp 1.577,6 triliun. Pemerintah optimistis target tahun ini dapat tercapai meskipun terdapat shortfall pajak di tahun 2019 senilai Rp 245,5 triliun atau menjadi yang terbesar selama lima tahun terakhir.

Baca Juga: Sri Mulyani prediksi potensi shortfall pajak pada tahun 2020 masih besar

Direktur Potensi, Kepatuhan, Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal menyebutkan strategi pertama adalah mengoptimalan pelayanan kepatuhan pajak atau tax compliance yang lebih tinggi. Ini menjadi penting karena sebagian besar penerimaan pajak berasal dari kepatuhan wajib pajak.

“Jadi kita pastikan yang sudah patuh kita berikan layanan yang memadai, dipermudah kalau mereka mau comply. Sejalan itu akan nada juga simplifikasi Surat Pemberitahuan (SPT) yang lebih sederhana, jadi secara administrasi lebih mudah tidak banyak poin-poinnya, apalagi sudah online juga,” kata Yon di kantor Kemenkeu, Selasa (7/1).

Strategi kedua, kantor pajak akan menambah 18 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya yang dimulai sejak bulan ini. Dengan langkah ini, dimungkinkan untuk satu kantor wilayah (kanwil) memiliki dua KPP Madya. Langkah ini berkaitan dengan penciptaan proses antara bisnis dan kewajiban pajak  makin efisien.

Baca Juga: Shortfall pajak Rp 245 triliun pada 2019, terburuk dalam lima tahun terakhir

Kata Yon, cara ini dapat menggali potensi penambahan wajib pajak (WP) masih sangat besar, mengingat calon WP baru saat ini tersebar di seluruh Indonesia sehingga perlu pengelolaan  yang baik. Cara tersebut diyakini bakal membuat pengawasan lebih intensif karena jumlah wajib relatif jadi seimbang dengan adanya penambahan KPP Madya baru.

Tahun lalu tingkat kepatuhan pajak mencapai 73% atau naik tipis dari pencapaian tahun sebelumnya yakni 71%. Yon mengendus masih banyak WP yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tapi belum tertib pajak.

Dengan adanya penambahan KPP Madya ini, ia optimistis setidaknya akan memudahkan pengawasan sebesar 80% dari total penerimaan pajak. Sementara, KPP Pratama akan dialih fungsikan sebagai basis penerimaan pajak kewilayahan.

Baca Juga: Pertengahan Januari 2020, pemerintah akan terbitkan global bond dolar AS

“Banyak yang belum ter-capture dengan baik. KPP Pratama pengawasan berbasis territorial, tujuannnya untuk menstandardisasi proses pengawasan wajib pajak. Sehingga bisa memetakan wajib pajak potensial dengan tetap memberikan pelayanan yang baik dan standar yang sama,” kata Yon.

Strategi ketiga, pemanfaatan data informasi keuangan eksternal maupun internal seperti Automatic Exchange of Information (AEoI), informasi data rekening di atas Rp 1 miliar, dan data informasi pihak ketiga yang sudah dikumpulkan sejak tahun 2018.

“Prosesnnya tahun 2018 baru diterima, ini bekerjasama dengan perbankan juga kami sama-sama baru belajar. Sekarang bisa lebih rapih, ini salah satu data yang kami gunakan sebagai alat pengawasan dan penegakan hukum di tahun 2020,” papar Yon.

Di sisi lain, untuk mencapai target 2020, penerimaan pajak setidaknya harus tumbuh 20% dari realisasi 2019. Untuk itu, Yon mengaku di tahun ini pihaknya akan lebih sering melakukan pemantauan terhadap kondisi makro ekonomi global. Karena faktanya, gejolak global memengaruhi penerimaan pajak terlebih basis pajak impor.

Baca Juga: STNK dan BPKB rusak atau hilang karena banjir, ini biaya penggantiannya

Misal pajak penghasilan (PPh) 22 Impor yang mencatatatkan penerimaan sebesar Rp 53,66 triliun, atau turun 1,9% di 2019. Kemudian, realisasi PPN impor senilai Rp 171,3%, turun 8,1% dibandingkan tahun 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×