Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Tahun lalu tingkat kepatuhan pajak mencapai 73% atau naik tipis dari pencapaian tahun sebelumnya yakni 71%. Yon mengendus masih banyak WP yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tapi belum tertib pajak.
Dengan adanya penambahan KPP Madya ini, ia optimistis setidaknya akan memudahkan pengawasan sebesar 80% dari total penerimaan pajak. Sementara, KPP Pratama akan dialih fungsikan sebagai basis penerimaan pajak kewilayahan.
Baca Juga: Pertengahan Januari 2020, pemerintah akan terbitkan global bond dolar AS
“Banyak yang belum ter-capture dengan baik. KPP Pratama pengawasan berbasis territorial, tujuannnya untuk menstandardisasi proses pengawasan wajib pajak. Sehingga bisa memetakan wajib pajak potensial dengan tetap memberikan pelayanan yang baik dan standar yang sama,” kata Yon.
Strategi ketiga, pemanfaatan data informasi keuangan eksternal maupun internal seperti Automatic Exchange of Information (AEoI), informasi data rekening di atas Rp 1 miliar, dan data informasi pihak ketiga yang sudah dikumpulkan sejak tahun 2018.
“Prosesnnya tahun 2018 baru diterima, ini bekerjasama dengan perbankan juga kami sama-sama baru belajar. Sekarang bisa lebih rapih, ini salah satu data yang kami gunakan sebagai alat pengawasan dan penegakan hukum di tahun 2020,” papar Yon.
Di sisi lain, untuk mencapai target 2020, penerimaan pajak setidaknya harus tumbuh 20% dari realisasi 2019. Untuk itu, Yon mengaku di tahun ini pihaknya akan lebih sering melakukan pemantauan terhadap kondisi makro ekonomi global. Karena faktanya, gejolak global memengaruhi penerimaan pajak terlebih basis pajak impor.
Baca Juga: STNK dan BPKB rusak atau hilang karena banjir, ini biaya penggantiannya
Misal pajak penghasilan (PPh) 22 Impor yang mencatatatkan penerimaan sebesar Rp 53,66 triliun, atau turun 1,9% di 2019. Kemudian, realisasi PPN impor senilai Rp 171,3%, turun 8,1% dibandingkan tahun 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News