Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyoroti dampak perang dagang yang telah menyebabkan pergeseran rantai pasok global, dengan Vietnam menjadi salah satu penerima manfaat terbesar.
Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu mengatakan, Vietnam kini berada di peringkat ketiga atau keempat dalam daftar negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan Amerika Serikat (AS), sementara Indonesia berada di peringkat ke-15.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan Peterson Institute for International Economics (PIIE), jika terjadi kenaikan tarif 60% terhadap China dan tarif 10% terhadap umum, serta pengusiran 8,3 juta migran dari AS, maka negara-negara seperti Meksiko, Kanada, AS dan China akan mengalami pertumbuhan lebih rendah dan inflasi lebih tinggi.
Baca Juga: Tensi Perang Dagang Memanas, China Umumkan Langkah terhadap Google
Namun, bagi negara-negara yang mendapat aliran investasi baru, termasuk Indonesia dan Vietnam, situasi ini dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi mereka.
"Yang terpenting, itu harus berarti ada aliran investasi dan relokasi investasi yang datang ke negara Anda, dan Anda adalah bagian dari pembentukan kembali rantai nilai global dan itu akan menjadi cerita yang lebih baik jika pertumbuhan ekspor Anda juga meningkat," kata ujar Mari dalam acara Mandiri Investment Forum 2025, Selasa (11/2).
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melihat perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China bisa menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia.
Baca Juga: Mirae Asset: Hadapi Perang Dagang, Saham Berdividen Tinggi Jadi Pilihan
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, mengatakan, salah satu peluang terbesar yang bisa diambil adalah pengambilalihan pangsa ekspor yang sebelumnya dikuasai China.
Misalnya dengan melihat produk-produk yang memiliki kesamaan dengan yang dieskpor dari Amerika Serikat (AS) dan Vietnam.
“Banyak produk dari Amerika Serikat dan Vietnam, yang punya kesamaan . Apabila nanti peningkatan tarif ini diterapkan, bisa kita manfaatkan peluang untuk meningkatkan ekspor,” ucap Juli dalam acara Pelatihan Wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2).
Selain itu, peluang lainnya datang dari potensi relokasi investasi. Dengan adanya tarif yang dikenakan terhadap produk-produk asal Tiongkok, beberapa perusahaan yang sebelumnya berbasis di negara tersebut kemungkinan akan mencari lokasi baru untuk produksi mereka.
Baca Juga: Gesekan Makin Panas, Uni Eropa Ungkap Tak Menginginkan Perang Dagang dengan China
Saat terjadi perang dagang di tahun 2018 banyak perusahaan yang melakukan relokasi dari China ke Vietnam. Namun saat ini Vietnam bukan lagi menjadi negara tujuan karena sedang mengalami surplus transaksi berjalan.
“Indonesia ada di posisi yang bagus untuk bisa memanfaatkan peluang itu. Jadi terkait dengan Trump tadi ada risiko dan juga di sisi lain ada peluang. Ini yang masih terus kita pantau dampaknya,” katanya.
Selanjutnya: IHC RS Pusat Pertamina Luncurkan Layanan One Day Care Chemotherapy
Menarik Dibaca: Hailuo AI Kungfu Punya Saingan! Ini 5 Aplikasi Edit Video AI yang Bisa Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News