kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.610   15,00   0,09%
  • IDX 8.238   149,11   1,84%
  • KOMPAS100 1.145   25,73   2,30%
  • LQ45 820   23,58   2,96%
  • ISSI 290   4,46   1,56%
  • IDX30 429   13,21   3,18%
  • IDXHIDIV20 487   16,89   3,59%
  • IDX80 127   2,85   2,30%
  • IDXV30 135   1,26   0,95%
  • IDXQ30 136   4,84   3,69%

Target SPT Turun, Sinyal Awal Pelemahan Penerimaan Pajak pada 2026


Selasa, 21 Oktober 2025 / 17:25 WIB
Target SPT Turun, Sinyal Awal Pelemahan Penerimaan Pajak pada 2026
ILUSTRASI. PHK, penurunan pendapatan, dan UMKM memicu target SPT 2025 turun. Simak implikasi bagi fiskal negara.KONTAN/Panji Indra


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Pemerintah mulai menurunkan ekspektasi atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2025.

Langkah ini bukan tanpa alasan. Pasalnya sejumlah indikator ekonomi pada tahun ini memang menunjukkan pelemahan aktivitas usaha, pendapatan masyarakat yang stagnan, serta perluasan basis pajak baru yang tak berjalan optimal.

Namun, keputusan untuk menurunkan target SPT bukan hanya soal administrasi perpajakan. Di balik angka tersebut tersimpan pesan fiskal penting, di mana penerimaan pajak 2026 berpotensi berada di bawah tekanan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menargetkan pelaporan SPT Tahunan 2025 mencapai 14,5 juta SPT. Jumlah tersebut turun dari target pelaporan SPT Tahunan 2024 sebanyak 16,21 juta SPT.

Baca Juga: PHK dan Merosotnya Kepercayaan Publik Pengaruhi Turunnya Jumlah Pelapor SPT 2025

Namun, target pelaporan tersebut masih berbentuk prognosa atau perkiraan.

DJP mengungkap alasan target pelaporan SPT Tahun 2025 tersebut lebih rendah ketimbang tahun lalu.

Pertama, kemungkinan pegawai dengan penghasilan di bawah ambang penghasilan tidak kena pajak (PTKP) jumlahnya bertambah.

Kedua, kuantitas wajib pajak UMKM dengan penghasilan Rp 4,8 miliar per tahun diperkirakan berkurang.

Ketiga, terdapat kemungkinan wajib pajak dengan status non efektif akan bertambah jumlahnya.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa penurunan target SPT Tahunan tersebut berpotensi menurunkan kinerja penerimaan pajak, khususnya dari sisi pajak penghasilan (PPh).

Alhasil, Fajry menduga shortfall penerimaan PPh pada tahun depan akan diperkirakan melebar.

"Tentu akan ada risiko penurunan kinerja pajak, khususnya PPh. Konsekuensinya, shortfall penerimaan PPh pada tahun depan juga akan diperkirakan melebar," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (21/10/2025).

Ia menduga, penurunan target pelaporan SPT Tahunan tidak semata karena upaya realistis pemerintah, melainkan juga mencerminkan tekanan ekonomi yang sedang terjadi tahun ini.

"Saya menduga jika penurunan target pelaporan SPT Tahunan karena pelemahan ekonomi yang terjadi pada tahun ini," katanya.

Baca Juga: Ditjen Pajak Perkirakan Penyampaian SPT Tahun 2025 Turun Jadi 14,5 Juta, Ini Sebabnya

Ia menambahkan, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik akan menyebabkan jumlah orang yang melaporkan SPT Tahunan juga akan berkurang.

Kendati begitu, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menilai bahwa penurunan target pelaporan SPT tidak serta-merta akan menggerus penerimaan pajak.

Menurutnya, dampak terhadap penerimaan negara sangat bergantung pada profil wajib pajak yang tidak melapor.

"Secara agregat, turunnya kuantitas SPT tidak otomatis menurunkan penerimaan. Yang krusial adalah siapa yang tidak melapor," katanya.

Menurutnya, elasticity of revenue to filing count atau elastisitas penerimaan terhadap jumlah pelaporan relatif rendah untuk karyawan, tetapi lebih tinggi untuk non-karyawan dan badan bernilai besar.

Ariawan menjelaskan, lebih dari separuh SPT orang pribadi karyawan biasanya berstatus nihil atau justru menghasilkan restitusi kecil karena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sudah dipotong secara final oleh pemberi kerja.

"Jika penurunan target terutama berasal dari segmen ini, dampak kas bersih ke penerimaan terbatas, bahkan bisa menunda arus keluar restitusi, meski secara kas jangka pendek tampak lebih baik," tambah Ariawan.

Namun, ia mengingatkan bahwa area sensitif justru terletak pada wajib pajak non-karyawan atau badan usaha, seperti profesional dan pengusaha, karena potensi underpayment atau kurang bayar mereka jauh lebih besar.

"Jika sebagian penurunan pelaporan terjadi pada klaster ini, risiko shortfall PPh meningkat, baik dari kurang-bayar yang tak tertagih tepat waktu maupun hilangnya basis penegakan," terangnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak terdampak langsung oleh SPT Tahunan karena pelaporannya bersifat bulanan.

Namun, penurunan SPT dapat menjadi sinyal berkurangnya formalisasi usaha, misalnya menurunnya jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) aktif, yang pada akhirnya bisa mengikis basis PPN domestik.

Selanjutnya: Ruang Pelonggaran Terbuka, BI Diproyeksi Pangkas BI Rate pada RDG Oktober 2025

Menarik Dibaca: 3 Zodiak yang Sedang Menarik Karma Baik, Ada yang Percintaannya Berkembang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×