Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Kata pengamat soal Indonesia tak ambil langkah balasan
Menurut ekonom Undip Wahyu Widodo, Indonesia punya risiko besar jika mengambil langkah pembalasan atau retaliasi seperti yang dilakukan China.
Diketahui, China membalas dengan mengenakan tarif resiprokal sebesar 34 persen terhadap semua produk impor AS pada Jumat (4/4/2025) dan akan mulai berlaku pada 10 April 2025.
Menurut Wahyu, jika Indonesia melakukan langkah balasan hanya akan meningkatkan eskalasi perang dagang.
"Posisi kita tidak sekuat China, sehingga untuk melakukan retaliasi resikonya sangat besar," ujarnya saat dimintai tanggapan Kompas.com pada Senin (7/4/2025).
Ia berpendapat, langkah balasan dengan menaikkan tarif produk AS yang masuk ke Indonesia hanya akan merugikan dan memperburuk kerja sama dagang.
"Kita tahu bahwa partner dagang Indonesia nomor 1 selain China adalah Amerika," jelas Wahyu.
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan, dampak utama yang dirasakan akibat kebijakan tarif Trump yaitu sektor industri yang produknya diekspor ke AS.
Dalam hal ini, pemerintah telah menegaskan bahwa sektor industri padat karya sangat berdampak atas kebijakan tarif Trump. Itu termasuk industri apparel dan alas kaki yang dinilai rentan terhadap fluktuasi pasar global.
Tonton: Bukan Membalas Tarif, Taiwan Siapkan Strategi Tundukkan Donald Trump Sebagai Kawan
"Produk kita menjadi lebih mahal dan kehilangan daya saing," ujarnya.
Menurutnya, jika Indonesia tidak bisa mencari pasar alternatif selain AS maka akan berdampak lebih lanjut pada potensi berhentinya produksi.
"Efek rambatannya jelas, pada meningkatnya pengangguran, melemahnya daya beli, dan akhirnya ke pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Indonesia Tak Balas Saja Tarif Trump seperti China?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News