Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat telah meloloskan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau umum dikenal sebagai dana aspirasi. Pemerintah sejauh ini memberi sinyal tak akan meloloskan dana aspirasi Rp 20 miliar per anggota dewan tersebut yang ditujukan mengelola pembangunan di daerah pemilihan mereka.
Pengajar di Universitas Sam Ratulangi, Agus Tony Poputra menilai, dana tersebut perlu dikritisi lantaran nilainya yang fantastis. Sebagai gambaran, dana tersebut bisa untuk membangun pembangkit listrik berdaya 500 megawatt. "Kapasitas listrik Sulawesi dan Gorontalo saja baru mendekati 500 MW," kata Tony lewat rilisnya, Kamis (25/6).
Dia menilai, bila melihat isi perencanaan, dana aspirasi sesungguhnya tidak dibutuhkan jika mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) ditata dengan baik.
"Musrenbang di tingkat desa hingga nasional, harusnya melibatkan anggota DPR atau DPRD sesuai daerah pemilihan (dapil)," kata dia. Munculnya dana aspirasi memperlihatkan, mekanisme rembukan para pemangku kepentingan ini tak terkelola baik.
Di masa mendatang, untuk menghilangankan dana aspirasi, mekanisme Musrenbang harus diatur kembali, yaitu dengan melibatkan anggota DPR dan DPRD sesuai dapilnya.
Misalnya, anggota DPRD tingkat II wajib mengikuti Musrenbang tingkat desa dan kecamatan. Sedangkan DPRD tingkat I wajib terlibat dalam Musrenbang kecamatan/kabupaten, kota dan provinsi. Anggota DPR wajib ikut Musrenbang nasional.
"Pengaturan waktu bisa disinkronkan dengan masa reses anggota dewan," kata Tony. Dengan begitu, anggota DPR dan DPRD tetap bisa mengawal aspirasi prioritas dari konstituen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News