Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Meski neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus selama 62 bulan berturut-turut, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan oleh aliran dana keluar yang besar, termasuk dari kegiatan illegal.
Ini memicu tantangan bagi kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menarik investasi asing.
Banjaran Surya Indrastomo, Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI), menjelaskan bahwa meskipun neraca dagang menunjukkan hasil yang positif, kondisi ini belum cukup untuk menopang apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2025.
Ia menekankan bahwa ada sejumlah faktor eksternal yang menahan penguatan rupiah saat ini.
Baca Juga: Surplus Perdagangan RI ke Amerika Serikat Capai US$ 9,92 Miliar pada Semester I-2025
“Ketidakpastian global yang mendorong investor asing menempatkan dana investasi di advanced market sehingga mendorong capital outflow,” ujar Banjaran kepada Kontan.co.id, Selasa (5/8).
Banjaran mengatakan bahwa berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), per-31 Juli 2025, investor non-residen mencatat jual neto sebesar Rp 58,69 triliun di pasar saham dan Rp 77,39 triliun di SRBI, serta beli neto Rp 59,07 triliun di pasar SBN.
“Kondisi tersebut tentunya menahan pergerakan rupiah untuk menguat,” tegas Banjaran.
Ia menegaskan bahwa kondisi outflow ini sejalan dengan pandangan investor asing yang menilai bahwa kebijakan fiskal domestik masih belum optimal.
Baca Juga: Surplus Perdagangan Indonesia Terus Berlanjut Meski Mengalami Penurunan
“Outlook penerimaan negara yang lebih rendah diiringi oleh potensi belanja negara melebihi anggaran yang sudah ditetapkan membuka peluang pelebaran defisit fiskal ke depan,” jelas Banjaran.
Banjaran mengingatkan bahwa hal ini dianggap sebagai risiko tambahan oleh investor asing di tengah sentimen potensi perlambatan ekonomi global akibat kebijakan tarif serta situasi geopolitik yang belum sepenuhnya stabil.
“Untuk menjaga nilai tukar, perlu dilakukan sinergi lebih lanjut oleh pemangku kebijakan fiskal dan moneter,” kata Banjaran.
Ia memberikan saran agar pengelolaan intervensi yang terukur dilakukan oleh BI melalui pasar spot, pasar SBN, dan DNDF untuk mencapai stabilisasi nilai tukar.
“Di sisi lain, pengelolaan fiskal yang prudent perlu dijaga oleh pemerintah untuk meyakinkan investor asing untuk tetap melakukan investasi di instrumen pasar keuangan maupun direct investment ke Indonesia,” ucap Banjaran.
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang RI Diprediksi Menciut Imbas Kenaikan Impor
Banjaran juga mengatakan bahwa ke depannya, peluang inflow melalui surat berharga masih akan positif.
“Investasi tetap masuk, tetapi memang harapan besarnya demand bisa kembali pulih dengan pengelolaan fiskal yang tetap prudent. Kuncinya di daya beli dan sektor usaha yang melihat ada opportunity di situ. All eyes on fiscal,” tambah Banjaran.
Selanjutnya: Tumbuh 29,27%, Astra Graphia (ASGR) Catat Laba Rp 106,19 miliar di Semester I 2025
Menarik Dibaca: Bunga Deposito Bank Danamon di Bulan Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News