Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia pada Juni 2025 diperkirakan akan tetap stabil di kisaran US$ 150 – US$ 155 miliar.
Stabilitas ini ditopang oleh surplus perdagangan serta minat investor yang tinggi terhadap surat berharga negara (SBN).
Meski demikian, volatilitas pasar global dan perubahan harga komoditas masih menjadi tantangan utama.
Kepala Ekonomi Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, menyampaikan bahwa cadangan devisa berpeluang bertahan pada kisaran tersebut dalam beberapa bulan ke depan.
Baca Juga: Ditopang Nonmigas, Surplus Neraca Perdagangan Mei 2025 Naik Tajam jadi US$ 4,30 M
“Surplus perdagangan, terutama dari komoditas energi dan logam masih menopang kinerja ekspor,” ujar Banjaran kepada Kontan.co.id, Senin (7/7).
Ia menambahkan bahwa prospek ekspor diperkirakan akan tetap positif, didukung oleh upaya pemerintah dalam negosiasi tarif perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Kesepakatan tersebut berpotensi memperkuat kerja sama dagang, terutama untuk komoditas seperti mineral kritis, energi, dan produk pertahanan, dengan tarif mendekati 0% untuk lebih dari 1.700 jenis barang yang diekspor AS.
Meski demikian, Banjaran mengingatkan bahwa potensi peningkatan signifikan pada cadangan devisa dalam waktu dekat mungkin terbatas.
“BI tetap menggunakan sebagian cadangan untuk menstabilkan rupiah ketika volatilitas global meningkat,” jelas Banjaran.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Mei 2025 Surplus US$ 4,3 Miliar, Didorong Komoditas Nonmigas
Ia juga menekankan pentingnya mewaspadai berbagai risiko yang dapat memengaruhi posisi cadangan devisa, terutama volatilitas pasar global dan ketidakpastian arah suku bunga The Fed.
Menurutnya, jika The Fed mempertahankan suku bunga tinggi, hal ini dapat memicu arus keluar dana. “Selisih yield menyempit, sehingga aset rupiah menjadi kurang menarik dan dapat menekan posisi cadangan devisa,” kata Banjaran.
Selain itu, Banjaran menyebut perubahan harga komoditas sebagai risiko lain yang perlu diwaspadai.
Ia menilai bahwa kemungkinan penurunan harga batu bara, Crude Palm Oil (CPO), dan nikel akibat fluktuasi permintaan global dapat memengaruhi penerimaan devisa dari ekspor.
Baca Juga: Ekonom: Surplus Neraca Perdagangan RI Kuat, tapi Waspadai Risiko Deregulasi Impor
Lebih lanjut, Banjaran menegaskan pentingnya pengelolaan kewajiban pembayaran utang luar negeri, baik oleh pemerintah maupun korporasi, guna menjaga stabilitas cadangan devisa ke depan.
Untuk memperkuat ketahanan cadangan devisa, Banjaran menyarankan perlunya stabilisasi nilai tukar secara terukur dan koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dan fiskal.
“Penjadwalan penerbitan global bond atau penarikan utang valas secara manageable perlu dikoordinasikan antara BI dan Kementerian Keuangan sebagai salah satu bentuk upaya dalam menjaga ketahanan cadangan devisa ke depan,” ucap Banjaran.
Baca Juga: BPS Catat Neraca Dagang Mei 2025 Surplus US$ 4,3 Miliar, Didorong Komoditas Nonmigas
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga kepercayaan investor asing melalui proyeksi pertumbuhan ekonomi yang sesuai target, guna mendorong ekspor barang dan jasa serta peningkatan investasi asing langsung yang akan menambah pasokan valas.
“Untuk itu diperlukan sinergi antar Kementerian dan lembaga untuk menjaga momentum pertumbuhan agar ketahanan cadangan devisa tetap tumbuh terjaga ke depan,” tambah Banjaran.
Selanjutnya: CIMB Niaga Auto Finance Catat Pembiayaan Kendaraan Listrik Tumbuh 133% per Mei 2025
Menarik Dibaca: Kolaborasi Aquviva dan Plasticpay Sediakan Mesin Daur Ulang di Area Publik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News