Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia merilis, neraca perdagangan pada Desember 2013 mengalami surplus yang cukup besar. Menurut Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs, surplus neraca perdagangan naik dari US$ 0,79 miliar pada November menjadi US$ 1,52 miliar pada Desember 2013.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengungkapkan, kinerja positif ini dikarenakan pelemahan nilai tukar rupiah. "Surplusnya perdagangan Indonesia karena rupiah yang melemah. Bukan karena yang lain, kebijakan fiskal," kata Tony di Jakarta, Senin (3/2).
Sesuai data Bank Indonesia, rupiah mengalami pelemahan di atas 20% di sepanjang 2013. Nilai tukar kini bertengger di level Rp 12.260/US$. Depresiasi nilai tukar rupiah ini telah membuat barang-barang non minyak dan gas (migas) dari dalam negeri lebih murah jika dibandingkan luar negeri.
Kondisi ini, menurut Tony, mendorong peningkatan ekspor. Di sisi lain, impor menjadi turun, dikarenakan mahalnya harga barang-barang buatan asing. Terlebih impor migas tercatat mengalami penurunan karena konsumsi di bawah proyeksi nasional sebesar 52 juta barel yang berdampak pada penurunan defisit transaksi migas.
"Kondisi ini mirip seperti saat krisis tahun 1998 yang mendepresiasikan rupiah sangat dalam. Tapi berdampak positif ke kinerja perdagangan, bisa merubah perdagangan dari negatif ke positif," jelasnya.
Tony menjelaskan, keberlanjutan surplus perdagangan ini bergantung pada posisi nilai tukar rupiah yang diciptakan BI. Nilai tukar saat ini dikisaran Rp 12.100-Rp 12.200, merupakan level keseimbangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News