Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS) di sekolah-sekolah di DKI Jakarta telah dimulai sejak 6 Maret 2015 lalu, tetapi hingga kini penyidik dari Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya belum juga menentukan nama tersangka. Lantas apakah minggu ini penyidik sudah menemukan titik terang penemuan nama tersangka?
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, penyidik telah menemukan arah pemeriksaan dan memiliki gambaran soal calon tersangka dari kasus ini. Namun, penyidik masih perlu menemukan alat bukti yang kuat untuk mendukung menentukan tersangka.
"Mudah-mudahan minggu ini kami bisa menemukan alat bukti tersebut," kata dia saat dihubungi, Senin (16/3).
Martinus menjelaskan, alat bukti ditemukan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Hal itu, kata dia, akan memberikan petunjuk kepada penyidik dalam pelengkapan dokumen dan pemetaan terhadap aliran-aliran dana pengadaan UPS.
Untuk pemeriksaan saksi, penyidik perlu memanggil sekitar 130 orang yang terdiri dari perusahaan pemenang tender dan distributor, sekolah-sekolah penerima UPS, pejabat pembuat komitmen (PPK), panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP), dan pihak-pihak lainnya yang juga terlibat misalnya Kepala Dinas Pendidikan.
Sejauh ini, Polda Metro Jaya sudah memanggil 35 orang yang terdiri dari PPK dan PPHP dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kepala sekolah, perusahaan pemenang tender, dan mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Namun, baru 21 orang yang memenuhi panggilan tersebut.
Ketidakhadiran saksi-saksi, kata Martinus, juga merupakan faktor yang menyulitkan dan memperlama proses penyidikan. Pasalnya, penyidik tidak dapat segera menemukan alat bukti yang mungkin didapat dari saksi-saksi yang tidak hadir.
"Makanya kalau saksi bisa hadir semua, kami berharap tersangka juga cepat terungkap," ujar dia.
Martinus menjelaskan, kasus UPS melibatkan banyak orang dan pihak, termasuk swasta dan pegawai negeri sipil (PNS). Sehingga, calon tersangka bisa berasal dari keduanya. Ia menyebut, proyek yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 330 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014 tersebut memiliki indikasi korupsi. Karena itu, penyidik menyangkakan dua pasal yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemerantasan korupsi. (Unoviana Kartika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News