Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final atas transaksi aset kripto menjadi 0,21% dari sebelumnya 0,1% hingga 0,2%.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto mengungkapkan bahwa kenaikan tarif ini untuk mengompensasi dari pos pajak pertambahan nilai (PPN), di mana melalui beleid ini, aset kripto dipersamakan dengan surat berharga sehingga tidak dikenai PPN.
"Adapun PPh Pasal 22 finalnya ada sedikit kenaikan. Jadi, untuk mengompensasi PPN yang sudah tidak ada lagi. Ini jadi level playing fieldnya tetap sama," ujar Bimo dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Baca Juga: DJP Optimis Penerimaan Negara Makin Membaik Usai Tarif PPh Kripto Dinaikkan
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengakui bahwa pajak kripto tidak akan mendorong penerimaan pada tahun ini secara signifikan.
Dari hitungannya, potensi penerimaan pajak kripto hanya mencapai Rp 1,01 triliun. Namun, Fajry menilai bahwa kripto perlu mendapatkan perlakuan yang sama dengan instrumen keuangan yang lainnya.
"Tujuannya agar tidak terjadi distorsi maupun sistem pajak yang berkeadilan," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (31/7/2025).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menghitung, potensi penerimaan PPh yang bisa didapatkan dari aturan baru ini bisa mencapai Rp 882 miliar per tahun.
Baca Juga: Pungut PPh, Pemerintah Hadapi Tantangan Identifikasi Penambang Aset Kripto
Ini dihitung jika volume transaksi kripto pada tahun 2025 bisa tembus Rp 420 triliun seiring dengan dihapusnya PPN atas aset kripto.
"Jika pasar kripto mengamai bull run 2025-2026 (kenaikan lebih dari 50%) maka penerimaan bahkan diperkirakan bisa tembus Rp 1,2 triliun per tahun," kata Ariawan.
Ariawan berharap, perubahan tarif dan pembebasan PPN ini bisa meningkatkan daya tarik pasar domestik dan mengurangi abitrase transaksi ke luar negeri.
"PR ke depan kita adalah membangun kepatuhan bagi platform non-resmi juga bagaimana memformulasikan kebijakan soal cross-border transactions," pungkasnya.
Baca Juga: Berlaku Besok! Bos Pajak Ungkap Alasan Tarif PPh Kripto Naik Jadi 0,21%
Selanjutnya: Balikkan Kerugian, Multi Spunindo Jaya(MSJA) Catat Laba US$ 2,20 Juta di Semester I
Menarik Dibaca: Yuk Jalan-jalan, Ini Jadwal KRL Jogja Solo pada Jumat 1 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News