kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Stunting berpotensi merugikan negara, ini yang dilakukan pemerintah


Sabtu, 16 November 2019 / 09:13 WIB
Stunting berpotensi merugikan negara, ini yang dilakukan pemerintah
ILUSTRASI. Seorang siswa kelas 1 menguap saat mengikuti kegiatan pengenalan siswa pada hari pertama sekolah di SD Negeri Minasaupa Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (17/7). Senin 17 Juli 2017 merupakan hari pertama sekolah tahun ajaran baru 2017/2018. ANTARA FOTO/Yu


Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penurunan angka stunting di Indonesia cenderung melambat. Pemerintah khawatir, masalah ini bisa berdampak ke keuangan negara. Sebab, stunting berpotensi merugikan negara sebesar 2% hingga 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Untuk itu, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, pemerintah terus berupaya menggenjot penurunan angka stunting. Pada 2018, angka stunting turun, dari 37,2% menjadi 30,8% dari total jumlah anak di Indonesia.

Baca Juga: Salah satu tujuan sertifikasi pernikahan untuk mencegah stunting

Pemerintah menargetkan, tahun ini bisa menurunkan angka stunting jadi 28%. Hanya, Moeldoko mengakui, untuk mencapai angka itu, progres sejauh ini masih berjalan lambat. Itu sebabnya, pemerintah cemas.

Apalagi, "Stunting menimbulkan potensi kerugian negara mencapai 2% hingga 3% dari PDB total," ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jumat (15/11).

Cuma, Moeldoko enggan membeberkan nilai persis dari potensi kerugian itu. Tapi, mengacu PDB tahun lalu mencapai Rp 14.837,4 triliun, maka nilainya berkisar Rp 29,6 triliun - Rp 44,5 triliun.

Selain itu, stunting juga menghambat pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Itu yang membuat tingkat pengangguran di negara kita meningkat.

Baca Juga: Moeldoko : Stunting timbulkan potensi kerugian negara

Alasannya, stunting akan berpengaruh pada kecerdasan karena membuat ukuran otak mengecil. Tubuh penderita stunting pun cenderung kecil sehingga berdampak kedaya saing. "Competitiveness hilang," tegas Moeldoko.

Salah satu cara untuk menekan angka stunting, pemerintah menyiapkan program sertifikasi nikah. Kelak, masyarakat yang akan menikah wajib memiliki sertifikat tersebut.

Sebab, dalam persiapan pernikahan, calon pengantin bakal mendapatkan pembekalan mengenai kesehatan termasuk masalah gizi untuk anak-anak mereka nanti.

"Jadi ada informasi seperti kursus, calon pengantin, calon suami istri mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi, tentang gizi," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari di Kompleks Istana kepresidenan kemarin (15/11).

Baca Juga: Sektor perikanan sumbang 3% PDB, asosiasi gelar Seafood Show of Asia Expo

Dengan begitu, masalah kesehatan akan jadi perhatian bagi pasangan calon pengantin. Pemeriksaan kesehatan harus mereka lakukan sebelum masa kehamilan.

Informasi saja, masa kehamilan merupakan salah satu fase yang menjadi perhatian dalam stunting. Setelah masa kelahiran pun orang tua harus memiliki informasi yang cukup mengenai gizi untuk anak.

"Di tahun pertama pernikahan sebagian besar sudah hamil, jadi harus tahu dulu soal stunting," ungkap Kirana.

Baca Juga: Sudah ditetapkan, begini pembagian tugas presiden dan wakil presiden

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga menekankan masalah kesehatan dalam program sertifikasi nikah.

"Pencegahan terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berkaitan dengan janin, anak usia dini, dan seterusnya bisa diantisipasi oleh Kementerian Kesehatan lewat program itu," sebut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×