Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah terus memperkuat komitmennya menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tantangan global.
Berbagai indikator ekonomi menunjukkan bahwa langkah-langkah strategis yang telah diambil berhasil memberikan fondasi kuat bagi perekonomian nasional.
Salah satu indikator yang mencerminkan stabilitas ekonomi tersebut adalah kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal-II 2024, NPI menunjukkan perbaikan signifikan, dari defisit US$ 6 miliar pada kuartal I-2024, menjadi defisit lebih rendah yakni US$ 0,6 miliar.
Baca Juga: Hasil Asesmen IMF: Pasar Keuangan RI Sehat dan Resilien Hadapi Gejolak Eksternal
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan, mengatakan, neraca perdagangan barang yang konsisten mencatat surplus selama 51 bulan sejak Mei 2020 berturut-turut menjadi bukti ketahanan daya serap produk-produk ekspor Indonesia di tengah pelemahan ekonomi global.
"Pemerintah akan terus memperkuat sektor-sektor dengan nilai tambah tinggi dan tidak bergantung pada fluktuasi harga komoditas global,” ujar Ferry dalam keterangan resminya, Senin (26/8).
Sebagai contoh, sektor bernilai tambah tinggi yakni sektor industri manufaktur berbasis teknologi tinggi, seperti industri otomotif, elektronika, dan hilirisasi industri.
Untuk beberapa sektor tersebut, pemerintah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mengatur pemberian insentif fiskal, pelarangan ekspor barang mentah, pengembangan pusat riset dan inovasi, serta pemanfaatan berbagai kerja sama internasional.
Baca Juga: Selesaikan Asesmen Sektor Keuangan, Kondisi Ekonomi Indonesia Dinilai Masih Stabil
Upaya ini tidak hanya akan memperkuat daya saing Indonesia di kancah global, namun akan menjaga perekonomian nasional agar lebih tahan terhadap guncangan eksternal.
Selanjutnya, perbaikan NPI juga didorong oleh surplus pada transaksi modal dan finansial yang mampu mengimbangi defisit transaksi berjalan.
Transaksi modal dan finansial yang mencatatkan surplus sebesar US$ 2,7 miliar di kuartal II-2024 mencerminkan kepercayaan investor asing pada pasar keuangan dan sektor riil domestik.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan tidak selalu mengindikasikan kondisi buruk bagi perekonomian nasional, terutama dalam konteks pembangunan negara berkembang seperti Indonesia.
Defisit transaksi berjalan sebesar US$ 3,0 miliar atau setara 0,9% dari PDB kuartal II-2024 terjadi di tengah upaya pemerintah untuk terus mendorong investasi dan memperkuat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Di sisi lain, peningkatan defisit neraca jasa sebesar US$ 5,2 miliar pada kuartal II-2024 salah satunya disebabkan oleh sektor perjalanan, terutamanya faktor musiman dari pelaksanaan ibadah haji yang bersifat sementara.
Sedangkan, defisit pendapatan primer sebesar US$ 9,29 miliar dipengaruhi peningkatan dari pembayaran dividen dan bunga/kupon investasi yang meningkat sesuai pola kuartalan.
Sementara itu, kalau dilihat dari sisi ekspor jasa, dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor jasa Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, di mana pada kuartal II 2024 mencapai US$ 9,0 miliar.
“Pemerintah terus mengintensifkan langkah-langkah untuk mendorong peningkatan ekspor jasa melalui penguatan kebijakan struktural. Pengembangan yang dilakukan berfokus pada sektor jasa berdaya saing tinggi dan peningkatan investasi di sektor-sektor strategis, seperti teknologi dan layanan keuangan. Pemerintah optimistis apabila defisit transaksi berjalan akan berangsur membaik dalam jangka menengah hingga panjang,” katanya.
Baca Juga: IMF Nilai Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Kuat, Tapi Tetap Waspada
Investasi langsung juga tetap menjadi salah satu motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada kuartal II-2024, surplus investasi langsung mencapai US$ 1,4 miliar, yang mencerminkan tingginya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi domestik.
Pemerintah terus memperkuat iklim investasi melalui berbagai reformasi regulasi dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Peran penting dari Indonesia Investment Authority (INA) sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) terus digerakkan untuk turut memperkuat aliran modal masuk yang berkualitas, khususnya di sektor-sektor penting seperti infrastruktur, energi, dan teknologi.
“Selain itu, pemerintah terus memperkuat kebijakan ekonomi berkelanjutan untuk menjaga stabilitas jangka panjang. Dalam upaya ini, kami mendorong peningkatan daya saing melalui reformasi struktural yang menargetkan perbaikan iklim usaha dan peningkatan efisiensi birokrasi,” terang Ferry.
Dengan memperhatikan tren global dan perubahan teknologi, Indonesia berkomitmen terus meningkatkan kualitas ekspor, serta memperkuat basis industri dan akses pasar internasional. Salah satu inisiatif strategis yang sedang dikembangkan yakni ekosistem semikonduktor yang diawali dengan pengembangan SDM sebagai fondasi utama.
Baca Juga: IMF Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Kuat, Namun Tetap Waspada
Peningkatan kualitas SDM dan inovasi juga menjadi langkah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih inklusif dan berkelanjutan.
Melalui pendidikan dan pelatihan yang lebih baik, serta dukungan terhadap start-up dan perusahaan teknologi, Indonesia siap bersaing di era ekonomi digital. Program Kartu Prakerja menjadi salah satu program unggulan yang telah menjadi benchmark bagi banyak negara dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pemanfaatan ekosistem digital.
“Pemerintah berkomitmen terus memantau dan merespons dinamika ekonomi global dengan kebijakan-kebijakan adaptif dan berbasis data. Dengan strategi yang tepat, stabilitas ekonomi akan terus dijaga dalam upaya meraih pertumbuhan berkelanjutan dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di tengah berbagai tantangan global,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News