kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Sri Mulyani optimalkan penerimaan dari sektor minerba, begini respons pengusaha


Selasa, 13 April 2021 / 20:49 WIB
Sri Mulyani optimalkan penerimaan dari sektor minerba, begini respons pengusaha
ILUSTRASI. Sri Mulyani optimalkan penerimaan dari sektor minerba, begini respons pengusaha


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pihaknya akan menggali potensi penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara (minerba). Caranya dengan meningkatkan kepatuhan dari para wajib pajak sektor minerba. 

“Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan peningkatan validitas wajib bayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor minerba, sehingga memastikan kepatuhan dari para wajib pajaknya,” Kata Sri Mulyani dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Stranas PK 2021-2022, Selasa (13/4). 

Tidak hanya dari PNBP, dalam hal pajak, Sri Mulyani bilang pihaknya juga memanfaatkan basis data beneficial owner dalam rangka menggali potensi penerimaan pajak dan memastikan kepemilikan dari kewajiban pajak.

Adapun data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan selama Januari-Februari 2021 realisasi PNBP sumber daya alam (SDA) nonmigas yang berasal dari minerba sebesar Rp 4,8 triliun. Angka tersebut  tumbuh 33% year on year (yoy). 

Baca Juga: Sri Mulyani gali potensi penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara

Sebelumnya, Menkeu menyebut potensi penerimaan PNBP dari minerba seiring dengan lonjakan harga yang berlangsung belakangan ini. Catatan Kemenkeu, hingga Februari 2021 harga batubara acuan mencapai US$ 87,79 per ton, melonjak dari posisi tahun 2020 sebesar US$ 66,89 per ton.

Sri Mulyani mengatakan ini sejalan dengan melonjaknya permintaan impor batubara dari China.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan kondisi sektor pertambangan batubara dan mineral seperti nikel dan tembaga memang lagi moncer. Harga pun sedang dalam level tinggi karena demand China, India, Jepang, dan domestik. 

Hendra bilang harga batubara yang mayoritas digunakan oleh negara-negara di Asia Pasifik akan menggeliat seiring dengan pemulihan ekonomi global. Ia mengatakan demand batubara pada 2021 secara tahunan akan menggeliat terindikasi dari purchasing managers index (PMI) Manufaktur China dan India sudah berada di zona positif. 

Baca Juga: Pemerintah tetapkan kurang bayar dan lebih bayar DBH tahun 2021

Hal tersebut menandakan aktivitas produksi negara-negara importir membaik. Hendra bilang aktivitas industri saat ini mayoritas menggunakan energi batubara, sebab baling murah dibanding migas. Dus, harga si hitam hingga akhir tahun ini diprediksi makin kinclong.  

Selain itu, dari demand domestik juga terjadi peningkatan penjualan batubara. Kata Hendra, apabila aktivitas manufaktur terus membaik di tahun ini, akan memberi efek domino kepada batubara. 

“Tentu kami yakini tahun ini harganya positif, short term-middle term baguslah. Harga dan produksi naik maka otomatis akan memberikan peningkatan penerimaan negara baik pajak maupun PNBM dari batubara,” kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (14/4).

Sebagai gambaran realisasi penerimaan pajak dari sektor pertambangan pada Januari hingga Februari 2021 sebesar Rp 4,58 triliun. Angka tersebut tumbuh 0,54% dari posisi di periode sama tahun lalu sejumlah Rp 4,56 triliun.

Meskipun di tahun ini penerimaan pajak sektor pertambangan diyakini bisa pulih, tapi dalam tiga tahun terakhir, perkembangannya terus merosot. Berdasarkan data Kemenkeu pada 2020 realisasinya sebesar Rp 37,51 triliun, 2019 senilai Rp 66,12 triliun, dan 2018 sejumlah Rp 80,55 triliun.  

Selanjutnya: Menilik dampak kenaikan harga komoditas energi terhadap penerimaan negara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×