Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga komoditas energi pada awal tahun ini, membawa angin segar terhadap penerimaan negara. Utamanya dipengaruhi oleh tren harga minyak dan gas bumi (migas), crude palm oil (CPO) atau minyak sawit, dan batubara.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, seiring dengan makin optimisnya pemulihan ekonomi global didorong oleh sentimen positif dari Amerika Serikat (AS) yang menyetujui paket stimulus jumbo, maka harga-harga komoditas menunjukkan adanya tren positif.
Sri Mulyani, memperhatikan harga minyak dunia yang sempat meningkat pada awal tahun bahkan sempat mencapai US$ 70 per barel, tapi sudah mulai melandai saat ini.
Menkeu beberapa minggu terakhir di bulan ini sudah menunjukkan ada sedikit volatilitas dan pelemahan pada kisaran US$ 67,8 per barel. Hingga saat ini (25/3) sudah stabil di kisaran US$ 63 per barel.
Baca Juga: PNBP SDA mengalami kontraksi 41,9% pada Januari-Februari 2021
Harga CPO juga meningkat, pada 16 Maret telah mencapai RM 4.170 per ton, angka tersebut merupakan peningkatan tertinggi sejak September 2015. Menurut Sri Mulyani, hal ini seiring dengan permintaan meningkat dan keterbatasan suplai menjadi penyebab bergeraknya harga CPO yang meningkat.
Sejalan, harga batubara global sudah mencapai US$ 90 per ton pada 16 Maret lalu. Sebab, harga batubara didorong oleh permintaan listrik dan industri yang makin pulih di China, India dan Asia Tenggara yang masih menggunakan batubara sebagai salah satu sumber listrik mereka.
“Sehingga ini tentu baik untuk perekonomian Indonesia sebagai produsen CPO terbesar, dan batubara. Karena beberapa komoditas ini, Indonesia merupakan produsen yang signifikan. Hal ini tentu berdampak kepada penerimaan negara,” kata Menkeu saat Konferensi Pers APBN 2021, Selasa (23/3).
Meski demikian, dampak terhadap penerimaan negara pada akhir Februari lalu belum sepenuhnya terasa. Misalnya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas yang hanya mencapai Rp 6,8 triliun, kontraksi 59,2% year on year (yoy).
Sri Mulyani menuturkan, penurunan PNBP SDA migas dikarenakan realisasi rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) dari Desember 2020 hingga Januari 2021 hanya sebesar US$ 50,48 per barel, turun 28,8% secara tahunan. Adapun pada akhir Desember 2019 hingga penghujung Januari 2020 sebesar US$ 66,28 per barel. Artinya secara tahunan masih lebih rendah.
Baca Juga: Dorong industri fesyen muslim, Kemenperin gelar kompetisi modest fashion project
Adapun perkembangannya hingga akhir Februari 2021 harga minyak mentah Indonesia sebesar US$ 56,8 per barel. Namun angka ini lebih tinggi dari outlook yang ditetapkan dalam APBN 2021 sebesar Rp 45 per barel.
Lalu untuk lifting minyak tercatat sebesar 645,2 ribu lebih rendah dari proyeksi pemerintah di 705. Sementara, lifting gas bumi hingga akhir Februari sebanyak 1.113,6 barel setara minyak per hari, di atas asumsi yang hanya 1.007 barel setara minyak per hari.