Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengaku opsi-opsi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan sedang dikalkulasi. Termasuk salah satunya opsi penyesuaian iuran bagi PBI (penerima bantuan iuran) dan non-PBI.
Opsi itu dikatakan Ikatan Dokter Indonesia saat bertemu Presiden, kemarin (24/9). "Ya semuanya masih dikalkulasi, semuanya. Saran dari IDI baik," kata Presiden di Balai Kartini, Selasa (25/9).
Tapi Presiden mengaku penyesuaian iuran itu masih terus dihitung. "Harus dihitung. Pokoknya dihitung. Kalau memungkinkan kenapa tidak. Tapi masih dihitung," tambah Presiden.
Sebelumnya, IDI menilai penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan jalan keluar dalam mengatasi defisit. Sebab, upaya pemerintah untuk menggelontorkan dana talangan dan penggunaan pajak rokok masih belum cukup atau masih bersifat sementara.
"Belum cukup, memang penyesuaian iuran itu yang jadi jalan keluar," ujar IDI Ilham Oetama Marsis. DI menghitung premi yang aktual saat ini sebesar Rp 36.000 per orang.
Sementara, yang mendapatkan beban untuk pembayaran pemerintah senilai Rp 23.600. "Sehingga pembayaran operasional yang aktual dari pemerintah itu ada kerugian," kata Ilham.
Apalagi, saat ini jumlah penerima semakin banyak dan premi dari non-PBI tidak berjalan baik maka tak heran jika defisit semakin bertambah.
Ilham juga menuturkan, kalau BPJS berjalan dengan pola yang sama seperti ini, maka tak heran jika hingga akhir tahun defisit mencapai Rp 16,5 triliun. Sementara dana talangan dari pemerintah yang digelontorkan hanya sejumlah Rp 4,9 triliun.
"Memang akan ada pengurangan sekitar Rp 11,5 triliun tapi tentunya hal ini akan terulang lagi defisit anggaran berjalan. Akhirnya mengakibatkan penyelesaian yang bersifat temporer. ini yang mesti diperbaiki dan Pak Jokowi setuju," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News