kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.890.000   -7.000   -0,37%
  • USD/IDR 16.313   39,00   0,24%
  • IDX 7.909   46,31   0,59%
  • KOMPAS100 1.111   3,92   0,35%
  • LQ45 818   3,07   0,38%
  • ISSI 268   1,91   0,72%
  • IDX30 423   1,42   0,34%
  • IDXHIDIV20 488   1,05   0,22%
  • IDX80 123   0,53   0,43%
  • IDXV30 129   0,20   0,15%
  • IDXQ30 136   0,23   0,17%

Siap-Siap! Pedagang Eceran Bakal Jadi Incaran Ditjen Pajak pada 2026


Rabu, 20 Agustus 2025 / 08:36 WIB
Siap-Siap! Pedagang Eceran Bakal Jadi Incaran Ditjen Pajak pada 2026
ILUSTRASI. Nasi Teri Pojok Gejayan di Klitren, Kota Yogyakarta. Ditjen Pajak semakin aktif meningkatkan peneriaman pajak dengan menggali potensi dari penjualan eceran yang potensinya besar.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak sesuai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah semakin memperluas basis penerimaan pajak. 

Salah satu sektor yang dibidik adalah aktivitas shadow economy atau ekonomi bayangan seperti penjualan eceran yang selama tidak termasuk basis pajak.

Mengutip Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah akan fokus pada pengawasan terhadap perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, hingga sektor perikanan.

Baca Juga: Bidik Shadow Economy, Ditjen Pajak Bakal Sasar Pedagang Hingga Pengusaha Nakal

Sejauh ini, memungut pajak dari aktivitas shadow economy kerap menjadi tantangan besar dalam upaya memperluas basis pajak.

Banyak pelaku usaha kecil hingga menengah yang beroperasi tanpa izin resmi, tidak tercatat dalam sistem, atau melakukan transaksi tunai yang sulit dilacak.

Kondisi ini membuat kontribusi mereka terhadap penerimaan pajak nasional masih jauh dari optimal.

Masih merujuk Buku II Nota Keuangan 2026, upaya mengatasi persoalan shadow economy yang menggerus basis penerimaan pajak masuk dalam strategi pajak di 2026.

Baca Juga: Jadi Pemungut Pajak, Ditjen Pajak Beri Waktu 2 Bulan Bagi Marketplace Siapkan Sistem

Pada tahun 2025, pemerintah menyusun kajian pengukuran dan pemetaan shadow economy di Indonesia, penyusunan Compliance Improvement Program (CIP) khusus terkait shadow economy, serta analisis intelijen untuk mendukung penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi.

Langkah-langkah konkret dalam memitigasi dampak shadow economy yang telah dilakukan meliputi integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang mulai efektif dengan implementasi sistem Coretax pada 1 Januari 2025.

Proses canvassing aktif dilakukan untuk mendata dan menjangkau wajib pajak yang belum terdaftar, serta pemerintah telah menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi digital PMSE untuk meningkatkan pengawasan dan penerimaan.

Baca Juga: Ditjen Pajak Terbitkan 100 Surat Paksa, Amankan Penerimaan Rp 6,2 Miliar

Menanggapi upaya tersebut, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai pedagang eceran, perdagangan emas, serta perikanan lepas laut menjadi area yang menyimpan potensi dalam memperluas basis penerimaan pajak. Namun ia mengingatkan hal ini termasuk sulit digali secara optimal.

Menurut Raden, sektor pedagang eceran memiliki skala ekonomi besar, namun mayoritas pelakunya adalah pengusaha kecil tradisional. Kondisi ini membuat penggalian potensi pajak tidak mudah.

"Kecuali jika pedagang eceran tersebut sudah modern dengan pembukuan yang sudah baik dan teratur," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Selasa (19/8/2025).

Sayangnya, sebagian besar pedagang eceran masih tradisional tanpa pencatatan dan pembukuan, sehingga petugas pajak juga akan kesulitan untuk menghitung potensi pajaknya.

Baca Juga: Tok! Ditjen Pajak Hapus Saksi Keterlambatan Bayar Pajak dan Lapor SPT Tahunan




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×