Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, industri makanan minuman juga sangat mungkin untuk penggalian potensi. Tapi, Raden meragukan potensi tambahan pajak yang dapat digali.
"Banyak industri sebenarnya relatif lebih patuh walaupun pastinya tidak 100%. Mungkin ada di kisaran 75% secara agregat. Tentu ini hanya taksiran," terang Raden.
Justru sektor emas dan perikanan lepas laut dinilai menyimpan potensi besar, tetapi sekaligus menjadi tantangan.
Pada perdagangan emas, pencatatan transaksi lazimnya menggunakan emas sebagai mata utang, bukan rupiah. Pola ini menyulitkan aparat pajak untuk menilai kewajiban sebenarnya.
Baca Juga: Ditjen Pajak Merilis 185.000 Surat Permintaan Penjelasan Data untuk Wajib Pajak
"Penghindaran pajak di perdagangan emas juga sangat rapi. Selama ini mereka sudah punya pola baku yang jarang diketahui oleh petugas pajak. Kuncinya ada di arus persediaan emas di Wajib Pajak. Sementara petugas pajak banyak yang mengincar arus uang wajib pajak," katanya.
Adapun di sektor perikanan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai masih belum memahami sepenuhnya proses bisnisnya.
Oleh karena itu, perlu kerja sama erat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pemungutan pajak.
Raden menegaskan, upaya intensifikasi pajak dengan pola lama sudah tidak memadai lagi. Ia menyarankan adanya perombakan besar-besaran dalam strategi penggalian potensi.
Baca Juga: Ditjen Pajak Terbitkan 185.000 Surat Permintaan Penjelasan untuk Wajib Pajak
"Pola intensifikasi selama puluhan tahun tidak berubah. Dan tidak bisa berubah. Karena itu ada ungkapan berburu di kebun binatang," imbuh Raden.
Selanjutnya: Dolar AS Menguat Rabu (20/8) Pagi Menjelang Simposium Jackson Hole
Menarik Dibaca: Sepeda Listrik juga Butuh Asuransi lo, Simak Alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News