Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa fenomena shadow economy masih menjadi tantangan serius dalam sistem perpajakan Indonesia.
Pasalnya, shadow economy mencakup aktivitas ekonomi yang nyata berlangsung, namun tidak tercatat secara resmi dalam sistem keuangan maupun perpajakan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, bahwa shadow economy mencakup kegiatan yang legal maupun ilegal tetapi sengaja tidak dilaporkan untuk menghindari aturan, pajak, atau kewajiban lain sehingga sulit terukur oleh pemerintah dan berdampak pada penerimaan negara.
"Contohnya seperti transaksi tanpa bukti, usaha tanpa izin, atau pekerjaan yang dibayar tunai tanpa dilaporkan," ujar Rosmauli kepada Kontan.co.id, Selasa (19/8).
Ia menegaskan, shadow economy tidak serta-merta berarti semua pedagang eceran, toko makanan dan minuman, maupun pedagang emas atau ikan tidak membayar pajak.
Baca Juga: Bidik Pajak Shadow Economy, Sri Mulyani Pastikan UMKM Tetap Dapat Keringanan
Artinya, sebagian dari mereka mungkin menjalankan usaha secara informal tanpa tercatat, tidak memiliki izin, atau tidak melaporkan seluruh penghasilannya ke pajak.
"Jadi benar bahwa fenomena shadow economy bisa muncul di sektor-sektor itu, tetapi bukan berarti semua pelakunya tidak patuh pajak, melainkan ada potensi sebagian aktivitas ekonominya tidak masuk ke sistem resmi negara," imbuhnya.
Rosmauli menambahkan, shadow economy yang bisa disasar DJP adalah kegiatan usaha yang nyata ada namun belum tercatat dalam sistem pajak.
Baca Juga: Polri-Ditjen Pajak Bidik Shadow Economy, Potensi Penerimaan Sentuh Rp 663 Triliun
Misalnya usaha yang sudah berkembang pesat tetapi belum memiliki izin usaha atau NPWP, transaksi yang tidak dilaporkan, atau pedagang yang sengaja melaporkan omzet lebih kecil dari yang sebenarnya.
"Fokus DJP adalah pada kegiatan shadow economy yang skalanya besar dan berpotensi menambah penerimaan negara," pungkasnya.
Adapun mengutip Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, fokus pengawasan aktivitas shadow economy diarahkan ke perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, hingga sektor perikanan.
Baca Juga: Bidik Shadow Economy, Perdagangan Eceran Hingga Makanan Minuman Masuk Radar Pajak
Selanjutnya: JICT Dukung Implementasi Terminal Booking System untuk Efisiensi Logistik Nasional
Menarik Dibaca: Hujan Lebat Turun Merata, Ini Peringatan Dini Cuaca Besok (20/8) di Jabodetabek
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News