kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.897.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.290   90,00   0,56%
  • IDX 7.863   -35,43   -0,45%
  • KOMPAS100 1.108   -2,58   -0,23%
  • LQ45 815   -5,83   -0,71%
  • ISSI 266   0,14   0,05%
  • IDX30 422   -2,47   -0,58%
  • IDXHIDIV20 487   -0,56   -0,11%
  • IDX80 123   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 129   2,56   2,02%
  • IDXQ30 136   -0,45   -0,33%

Bidik Shadow Economy, Ditjen Pajak Bakal Sasar Pedagang Hingga Pengusaha Nakal


Selasa, 19 Agustus 2025 / 17:24 WIB
Bidik Shadow Economy, Ditjen Pajak Bakal Sasar Pedagang Hingga Pengusaha Nakal
ILUSTRASI. Petugas memberikan keterangan pada wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar di Jakarta, Senin (1/3/2021). Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga pukul 09.11 WIB Senin (1/3/2021), sebanyak 3,82 juta wajib pajak sudah melaporkan SPT Tahunan tahun pajak 2020. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa fenomena shadow economy masih menjadi tantangan serius dalam sistem perpajakan Indonesia.

Pasalnya, shadow economy mencakup aktivitas ekonomi yang nyata berlangsung, namun tidak tercatat secara resmi dalam sistem keuangan maupun perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, bahwa shadow economy mencakup kegiatan yang legal maupun ilegal tetapi sengaja tidak dilaporkan untuk menghindari aturan, pajak, atau kewajiban lain sehingga sulit terukur oleh pemerintah dan berdampak pada penerimaan negara.

"Contohnya seperti transaksi tanpa bukti, usaha tanpa izin, atau pekerjaan yang dibayar tunai tanpa dilaporkan," ujar Rosmauli kepada Kontan.co.id, Selasa (19/8).

Ia menegaskan, shadow economy tidak serta-merta berarti semua pedagang eceran, toko makanan dan minuman, maupun pedagang emas atau ikan tidak membayar pajak.

Baca Juga: Bidik Pajak Shadow Economy, Sri Mulyani Pastikan UMKM Tetap Dapat Keringanan

Artinya, sebagian dari mereka mungkin menjalankan usaha secara informal tanpa tercatat, tidak memiliki izin, atau tidak melaporkan seluruh penghasilannya ke pajak.

"Jadi benar bahwa fenomena shadow economy bisa muncul di sektor-sektor itu, tetapi bukan berarti semua pelakunya tidak patuh pajak, melainkan ada potensi sebagian aktivitas ekonominya tidak masuk ke sistem resmi negara," imbuhnya.

Rosmauli menambahkan, shadow economy yang bisa disasar DJP adalah kegiatan usaha yang nyata ada namun belum tercatat dalam sistem pajak.

Baca Juga: Polri-Ditjen Pajak Bidik Shadow Economy, Potensi Penerimaan Sentuh Rp 663 Triliun

Misalnya usaha yang sudah berkembang pesat tetapi belum memiliki izin usaha atau NPWP, transaksi yang tidak dilaporkan, atau pedagang yang sengaja melaporkan omzet lebih kecil dari yang sebenarnya.

"Fokus DJP adalah pada kegiatan shadow economy yang skalanya besar dan berpotensi menambah penerimaan negara," pungkasnya.

Adapun mengutip Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, fokus pengawasan aktivitas shadow economy diarahkan ke perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, hingga sektor perikanan.

Baca Juga: Bidik Shadow Economy, Perdagangan Eceran Hingga Makanan Minuman Masuk Radar Pajak

Selanjutnya: JICT Dukung Implementasi Terminal Booking System untuk Efisiensi Logistik Nasional

Menarik Dibaca: Hujan Lebat Turun Merata, Ini Peringatan Dini Cuaca Besok (20/8) di Jabodetabek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×