Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Realisasi belanja pemerintah pusat di Kementerian/Lembaga (K/L) masih lambat menjelang akhir tahun anggaran 2025. Fenomena ini justru terjadi pada sejumlah K/L dengan anggaran jumbo.
Hingga pertengahan kuartal IV, beberapa K/L masih mencatatkan serapan belanja yang belum maksimal. Badan Gizi Nasional (BGN), misalnya, baru membelanjakan Rp 43,47 triliun hingga 11 November 2025 dari total pagu awal Rp 71 triliun, atau baru terserap 61,23%.
Sebelumnya, BGN menyebut telah mengembalikan anggaran tambahan Rp 100 triliun, sehingga pagu belanja tahun ini kembali pada angka Rp 71 triliun.
Kinerja serapan rendah juga terlihat pada Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang hingga 17 November 2025 baru menyerap 59,06%, dengan nilai belanja Rp 64,86 triliun dari total pagu Rp 109,81 triliun.
Baca Juga: BI: Proses Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 Perlu Waktu 6 Tahun
Adapun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat realisasi Rp 19,33 triliun atau 65,52% dari pagu Rp 29,51 triliun pada tanggal yang sama.
Saat dimintai tanggapan, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, enggan berkomentar. Ia meminta agar publik menunggu konferensi pers APBN yang dijadwalkan Kamis, 20 November 2025.
“Tunggu besok ya, ada rapat ALCo, sekalian konferensi pers. Bukan saya yang ngomong, nanti Pak Menteri yang umumkan,” ujar Luky di Kantor Pusat Kemenkeu, Rabu (19/11/2025).
Melihat serapan belanja yang masih seret, Kepala Makroekonomi dan Keuangan Indef, Muhammad Rizal Taufikurahman, menilai realisasi belanja pemerintah pusat tahun ini tidak akan maksimal.
“Melihat pola historis lima tahun terakhir, realisasi belanja K/L hampir selalu tertahan hingga kuartal IV dan tidak pernah mencapai 100%. Tren ini kembali terlihat tahun ini,” kata Rizal, Rabu (19/11).
Dengan capaian per November yang masih rendah di banyak K/L baik karena revisi DIPA yang terlambat, pergantian pejabat struktural, maupun kehati-hatian birokrasi pasca-transisi pemerintahan, proyeksi realisasi tahun ini diperkirakan hanya 92%–95%.
Menurut Rizal, hal ini berpotensi menimbulkan under-spending fiskal, sehingga dorongan APBN terhadap pemulihan ekonomi tidak optimal pada tahun pertama pemerintahan baru.
Baca Juga: Bank Indonesia Catat Transaksi Local Currency Naik 1,6 Kali Lipat Pada Oktober 2025
Rizal menilai sektor strategis seperti pangan, kesehatan, dan infrastruktur berpotensi mengalami carry-over pekerjaan ke tahun depan. Akibatnya, efektivitas belanja menurun karena output dan outcome mundur meski anggaran sudah dialokasikan.
Untuk mencegah perlambatan serapan pada 2026, Rizal menekankan perlunya perbaikan dari sisi hulu, yaitu proses perencanaan hingga penganggaran. Reformasi front-loaded planning dinilai menjadi kunci agar penyusunan RKA dan finalisasi DIPA dapat selesai lebih cepat serta tidak berulang kali direvisi.
"Tanpa perbaikan di tahap awal, keterlambatan akan terus menjadi masalah struktural di setiap tahun anggaran," ungkap Rizal.
Selain itu, penyederhanaan regulasi pengadaan barang/jasa dan percepatan e-procurement juga penting. Banyak satuan kerja menunda pengerjaan karena kompleksitas aturan dan kekhawatiran risiko administratif.
Rizal menyarankan agar pemerintah pusat atau K/L membuka tender sejak awal tahun dan memperluas e-catalog sektoral dinilai bisa memperlancar penyerapan.
Penguatan mekanisme reward and punishment pun diperlukan agar percepatan serapan memiliki insentif yang jelas.
Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai masih ada peluang target serapan tercapai karena masih tersedia waktu dua bulan.
Ia menekankan bahwa kegiatan dan persiapan proyek pemerintah seharusnya disiapkan sejak awal.
"Kegiatan dan proses persiapan proyek pemerintah mungkin perlu dipersiapkan sejak awal atau kalau bisa sejak akhir tahun anggaran sebelumnya," ungkap David kepada Kontan.
Selanjutnya: Volkswagen & BMW Indonesia Perluas Produk & Layanan Premium, Yakin Penjualan Positif
Menarik Dibaca: Pasar Kripto sedang Extreme Fear, Ini Saran Bagi Investor Kripto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













