Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sepanjang semester pertama tahun 2019 mencapai Rp 135,8 triliun. Kementerian Keuangan (Kemkeu), Selasa (16/7), melaporkan, realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran periode sama 2018 yang sebesar Rp 110,6 triliun.
Secara persentase, defisit anggaran untuk semester I-2019 mencapai 0,84% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio defisit anggaran ini juga lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya 0,75% dari PDB.
Kemkeu mencatat, total pendapatan negara dan hibah per akhir Juni mencapai Rp 898,8 triliun. Realisasi pendapatan negara ini setara dengan 41,5% dari target pendapatan dalam APBN yang secara keseluruhan sebesar Rp 2.165,11 triliun. Pendapatan negara tersebut hanya tumbuh 7,8% yoy, lebih rendah dibandingkan semester I-2018 yang tumbuh 16%.
Sementara, belanja negara hingga Juni 2019 tumbuh 9,6% atau mencapai Rp 1.034,5 triliun. Realisasi belanja tersebut memenuhi 42% dari pagu APBN 2019 sebesar Rp 2.461,1 triliun.
Hingga akhir semester I-2019, keseimbangan primer mencatat defisit sebesar Rp 1 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, keseimbangan primer surplus Rp 10 triliun.
Adapun, pembiayaan anggaran mencapai Rp 175,3 triliun atau mencapai 59,2% dari pagu yang sebesar Rp 296 triliun. Pembiayaan anggaran mengalami kontraksi 0,5% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Dengan demikian, defisit anggaran per Juni 2019 sebesar Rp 135,8 triliun atau 0,84% terhadap PDB. Sementara, target pemerintah tahun ini rasio defisit terhadap PDB sebesar 1,84% atau lebih kecil dari target defisit pada tahun sebelumnya 2,19% dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kinerja APBN 2019 dipengaruhi oleh sentiment eksternal maupun dalam negeri global. Eskalasi perang dagang menekan pertumbuhan ekonomi secara global dan berpengaruh pada kinerja ekspor dan impor Indonesia.
“Realisasi harga minyak dan lifting minyak maupun gas yang lebih rendah daripada asumsi di semester pertama juga menimbulkan konsekuensi pada penerimaan negara,” kata Menkeu dalam laporannya di Badan Anggaran DPR RI.
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan fiskal sepanjang semester pertama tahun ini mampu mengatasi berbagai ketidakpastian perekonomian yang terjadi. Meski tak menampik terjadi tekanan pada penerimaan negara, Sri Mulyani mengatakan kondisi fiskal ditopang oleh kebijakan belanja yang bersifat countercyclical sehingga efektif mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Ketidakpastian global dan kondisi ekonomi dunia yang tertekan terus akan menghantui kita, namun kinerja perekonomian kita tetap terjaga positif,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News