Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Bea Meterai nampaknya mendapatkan secerca harapan untuk dapat diundangkan. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) optimistis pihaknya dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa sepakat menetapkannya.
Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 fraksi partai Gerindra Soepriyatno mengatakan pembahasan RUU Bea Meterai tinggal 20%. Dia mengaku kemungkinan besar, RUU Bea Meterai bakal dibahas dan diundangkan pada bulan depan.
RUU Bea Meterai menyatakan pelunasan bea meterai akan dibebankan kepada penerbit dokumen. Head of Cards and Loans Citi Indonesia Herman Soesetyo mengatakan sejauh ini beban bea meterai ditanggung oleh konsumen. Namun, hal tersebut kerap diabaikan oleh pengguna kartu kredit, ketika membayar penuh (full payment) tagihan kartu kredit.
Baca Juga: DPR yakin RUU Bea Materai bisa disahkan pada bulan depan
Selain itu, pada dasarnya seluruh transaksi atau layanan keuangan bank seperti cek, bilyet, giro memang diharuskan menggunakan meterai sebesar Rp 3.000. Dengan demikian bila beleid ini disahkan maka perbankan musti membayar tarif meterai sebesar Rp 10.000 dengan batasan nilai dokumen lebih dari Rp 5 juta.
“Saat ini kami masih menunggu keputusan dari pemerintah dan DPR, dalam hal ini masih dibebankan kepada custumers dalam administrasi kartu kredit. Karenanya, bea materai belum menjadi beban operasional bank,” kata Herman kepada Kontan.co.id, Senin (27/10).
Sejalan, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk.Haryono Tjahrijadi mengatakan bila beleid ini disahkan otomatis beban operasional perbankan akan semakin meningkat. Di samping itu, nasabah harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk tarif bea meterai yang tinggi.
Baca Juga: Banyak RUU ditunda, ini tanggapan anggota DPR periode 2019-2024
“Dalam buku cek, nasabah harus bayar termasuk bea meterainya. Selebihnya harus tunggu peraturan yang akan terbit seperti apa? Dokumen apa saja yang terkena bea meterai?” kata Haryono kepada Kontan.co.id, Senin (27/10).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan jika RUU Bea Meterai resmi diketok maka pemerintah perlu mensosialisasikannya dengan masyarakat tentang substansi dari perubahan undang-undang terhadap kewajiban mereka membayar meterai.
“Jadi jangan hanya kesannya meminta pungutan. Satu tarif materai sudah efektif dan memadai, tapi pemerintah musti mengejar yang digitalnya juga,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Senin (27/10).
Baca Juga: Hanya sahkan 91 RUU, Ketua DPR: Kami sudah berusaha maksimal
Sementara itu, Prastowo menilai tak hanya soal menggali potensi penerimaan, bea meterai digital juga memberi kepastian hukum untuk transaksi, perjanjian, kerja sama, atau hal sejenis lainnya yang semakin marak dilakukan lewat platform digital.
“Ini juga bicara soal efektivitas, makin banyak platform digital sekarang. Apalagi seperti fintech, e-commerce, dan sebagainya yang banyak menggunakan dokumen atau transaksi digital,” ujar Prastowo.
Kendati begitu, Prastowo mengingatkan agar pemerintah mempersiapkan aturan pengenaan bea meterai digital ini secara jelas. Misalnya, mulai dari mengidentifikasi dan menjelaskan jenis-jenis dokumen digital seperti apa saja yang dapat dikenakan bea meterai.
Asal tahu saja, RUU Bea Meterai sudah berada di meja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) periode 2019-2024, tapi dalam pembahasannya belum juga ada kepastian.
Baca Juga: Selama lima tahun bekerja, DPR periode 2014-2019 hanya sahkan 91 RUU
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan saat sebelum periode DPR kemarin berakhir, sudah ada pembahasan yang cukup intens dan hasilnya positif, banyak substansi yang telah disepakati bersama.
Namun, kesibukan para anggota DPR di saat-saat terakhir menyebabkan tertundanya penyelesaian RUU tersebut.
“Jadi sudah diputuskan untuk di carry over ke DPR periode sekarang, kami menunggu DPR untuk menjadwalkan kembali pembahasannya,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Senin (27/10).
Baca Juga: Agar mempermudah, klasifikasi sanksi dalam RUU Perpajakan harus spesifik
Yoga menambahkan beberapa hal seperti sanksi untuk ketidakpatuhan dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Bea Meterai, serta ketentuan peralihan belum sempat dibahas.
Sementara itu, Soepriyatno yang juga sebagai anggota rapat Panja RUU Bea Meterai yakin bisa mengundangkannya lantaran Menteri Keuangan periode 2019-2024 tetap dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati. Sehingga, komunikasi dengan pemerintah tidak perlu mengulang hanya tinggal dilanjutkan.
Di sisi lain, komposisi dalam Komisi XI DPR RI akan ditentukan besok atau lusa. Soepriyanto menyampaikan Komisi XI akan diketuai oleh perwakilan fraksi Golkar dengan wakil dari fraksi PDIP, Nasdem, dan PPP.
Baca Juga: Rujukan Berubah, Sanksi Administrasi Bea Meterai Lebih Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News