kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.781.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.565   165,00   0,99%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Revisi Perpres Jembatan Selat Sunda ditolak


Rabu, 18 Juli 2012 / 17:34 WIB
Revisi Perpres Jembatan Selat Sunda ditolak
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di KCU Bank Mandiri Tangerang Selatan, Rabu (23/6). ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/23/06/2021.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Edy Can

JAKARTA. Usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda akhirnya mentok. Pemerintah memutuskan tidak akan merevisi Perpres tersebut.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang juga Ketua Dewan Pengarah mengatakan, pemerintah memilih membuat aturan melalui keputusan dewan pengarah. Menurutnya, pasal 7 Perpres tersebut menegaskan segala kebijakan dan arah ditetapkan dewan pengarah.

Keputusan itu akan berasal dari kajian dan pembahasan tentang Jembatan Selat Sunda. Hatta mengatakan, ada tim tujuh yang melakukan kajian tersebut. "Tim tujuh tersebut nantinya akan beri masukan yang berkaitan tentang kebijakan dan arah dari Perpres ini," katanya, Rabu (18/7).

Tim ini terdiri dari menteri pekerjaan umum, menteri sekretaris kabinet, menteri sekretaris negara, menteri hukum dan HAM, menteri perindustrian dan menteri perencanaan pembangunan nasional. Nantinya tim ini akan melaporkan hasil kajiannya tentang alternatif-alternatif yang ditawarkan kepada dewan pengarah. Dua minggu lagi barulah akan diputuskan oleh dewan pengarah melalui pleno.

Hatta menerangkan, saat ini alternatif yang diusulkan masih berkutat dalam pemisahan antara pembangunan Jembatan Selat Sunda dengan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS). Kemudian soal studi kelayakan (feasibility study)

Menurut Hatta, alternatif pertama adalah studi kelayakan diawasi hingga disetujui oleh tim menteri pekerjaan umum. Sedangkan alternatif kedua, studi kelayakan dibiayai APBN dan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×