Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berkomitmen melanjutkan reformasi perpajakan yang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Ke depan, target reformasi perpajakan adalah keadilan bagi wajib Pajak (WP) yang patuh dan yang tidak. Ini dilakukan demi mendorong kenaikan rasio pajak atau tax ratio.
Sebab dalam lima tahun terakhir, tax ratio makin susut. Jika pada tahun 2013 rasio pajak terhadap PDB sebesar 11,86%, susut menjadi tinggal 10,8% pada tahun 2017.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, keadilan dalam perpajakan merupakan tindak lanjut kebijakan sebelumnya yakni tax amnesty. Setelah mengikuti program pengampunan pajak, diharapkan kesadaran wajib pajak meningkat. Sedangkan bagi wajib pajak yang tidak mengikuti program itu, harus menanggung konsekuensinya.
Tax reform ini bakal berlangsung melalui sistem informasi, data base dan proses bisnis. Hal ini untuk memperbaiki peta kepatuhan wajib pajak dan memberikan keadilan. Kemudian Ditjen Pajak akan merancang suatu sistem pelayanan, pembinaan, pengawasan dan juga sampai ke-penegakan hukum yang akan menjamin rasa keadilan.
"Kami ingin membangun seperti complience risk management. Jadi wajib pajak akan kami petakan, siapa yang sudah patuh, lalu yang butuh pengawasan dan penindakan," jelas Yoga, panggilan akrabnya, Rabu (14/3).
Reformasi juga menyasar pada organisasi dan sumber daya manusia (SDM). Ditjen Pajak akan memperkuat struktur organisasi dan menambah sumber daya manusia dari saat ini 32.000 menjadi 40.000 orang.
Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center Darussalam menyatakan, reformasi organisasi adalah kunci keberhasilan tax reform. "Sangat penting jika Ditjen Pajak menjadi lebih independen," jelas Darussalam.
Menurutnya, bukti empiris menunjukkan bahwa semakin independen otoritas pajak, maka bisa menghilangkan ketidakpatuhan wajib pajak. "Negara lain sudah membuktikan, Indonesia tinggal adopsi saja," jelas Darussalam.
Ketidakpatuhan pajak di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara-negara dengan otoritas pajak independen. Di Indonesia, setoran pajak dari wajib perorangan lebih kecil dibandingkan dari badan usaha. Sedangkan di negara dengan otoritas pajak independen, pendapatan pajak dari perorangan jauh lebih besar dibandingkan perolehan pajak badan usaha.
"Belgia penerimaan pajak orang pribadi 15,3% dan PPh badan 3% dari PDB. Italia juga, porsi PPh badan 3,9%, sedangkan orang pribadi 16,8%," jelas Darussalam. Porsi pajak yang didominasi badan usaha berefek negatif terhadap iklim usaha dan investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News