Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setahun paca amnesti pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak semakin melunak. Belakangan ini pun sudah tak terdengar Ditjen Pajak melakukan penegakan hukum kepada wajib pajak (WP) nakal. Padahal, tahun lalu masih ramai pemberitaan soal penyanderaan WP alias gijzeling.
Meski begitu, kepatuhan pajak sejak berakhirnya amnesti pajak kelihatannya semakin baik. Ditjen Pajak mencatat, per 7 Maret 2018 realisasi pelaporan SPT sebanyak 3,9 juta SPT atau naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebanyak 2,7 juta.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji mengatakan, pertumbuhan ini menunjukkan adanya perubahan setelah amnesti pajak. “Saya lihat perubahannya ada setelah amnesti pajak, karena mungkin ada AEoI jadi mereka sadar,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Menurut Angin, setahun setelah amnesti pajak ini pihaknya memang masih belum akan membidik pemeriksaan kepada WP yang sudah ikut amnesti pajak. Namun, dalam perjalanannya, Ditjen Pajak juga tetap mengecek WP yang sudah ikut amnesti pajak tetapi belum patuh meski tidak agresif.
“Tetapi pendekatannya tidak agresif, lebih mengutamakan pembinaan dan komunikasi. Kami mengutamakan agar WP menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 165 Tahun 2017,” kata Angin.
Sekadar penyegar ingatan, PMK 165 ini dikeluarkan oleh pemerintah pada akhir bulan lalu. Aturan ini membuka kesempatan lagi bagi WP yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya untuk melaporkan sendiri hartanya tanpa dikenakan sanksi dalam UU Amnesti Pajak dan PP 36 tahun 2017.
Aturan tersebut memuat sanksi atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap oleh WP. Yang akan dikenakan PPh adalah aset-aset yang belum diikutkan amnesti pajak, baik bagi wajib pajak yang sudah ikut maupun yang tidak ikut amnesti pajak. Bagi WP yang ikut amnesti pajak, sanksinya 200%. Sementara, yang tidak ikut, sanksinya 2% maksimal 24 bulan atau 48%.
“Manfaatkan semaksimal mungkin PMK 165. Pemeriksaan kami tidak meluncur gitu, kami lakukan lebih komunikasi, persuasi," katanya.
Selain PMK 165, tahun ini fiskus juga dibekali dengan rekening bank dengan saldo minimal Rp 1 miliar yang akan dibagikan datanya ke pajak sebagaimana diatur dalam Perppu 1/2017 yang kemudian disahkan menjadi UU No 9/2017. Yang wajib dilaporkan oleh lembaga keuangan adalah rekening milik orang pribadi dengan agregat saldo Rp 1 miliar, dan entitas tanpa batasan saldo.
Akses ini dibuka lantaran banyak WP yang belum patuh sehingga menciptakan ketidakadilan bagi yang sudah patuh. Bila Anda menyampaikan SPT dengan benar, maka informasi keuangan ini hanya menjadi salah satu sumber data yang akan dicocokkan dan dianalisis dengan laporan harta di SPT.
Ada pula delapan metode penghitungan peredaran bruto yang akan digunakan oleh fiskus apabila Anda wajib melaksanakan pembukuan atau pencatatan tetapi tidak melaksanakan dan memberikannya kepada fiskus. Payung hukum dari delapan metode ini ialah PMK 15/2018.
Ketua HIPMI Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, memang agak kurang fair apabila fiskus hanya bisa mengandalkan analisis hitungan secara matematika karena jika metode yang digunakan kurang pas, maka malah berpotensi menghasilkan output yang tidak pas pula, atau malah tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Namun, ia menekankan agar adanya metode tersebut jangan sampai dijadikan sumber utama untuk mengejar penerimaan.
“Harusnya hanya bersifat alternatif atau data sekunder, karena dalam penetapan berapa besaran peredaran bruto, data primer-lah yang jadi rujukan, yakni laporan keuangan,” kata Ajib kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Praktis, senjata baru yang dimiliki oleh Ditjen Pajak untuk tahun ini ada tiga, PMK 165, akses dari lembaga keuangan untuk data perpajakan, dan delapan metode lain penghitungan peredaran bruto.
Sedianya, ada satu senjata lagi yang bakal digunakan oleh fiskus pada tahun ini, yakni akses kepada data kartu kredit dan transaksi sebagaimana diatur dalam PMK-228/2017, tetapi data tersebut belum mulai dibagikan ke pajak pada tahun ini untuk meredam keresahan WP. Pemerintah melunak sehingga kewajiban lapor data nasabah kartu kredit baru diberlakukan pada April 2019 untuk transaksi 2018.
Meski melunak, Ditjen Pajak mencatat bahwa dalam tiga bulan pertama sejak awal tahun hingga awal Maret (7/3) 2018 berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 156,8 triliun, atau 11,32% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp 1.424,7 triliun.
Dengan demikian, secara total, pertumbuhan penerimaan pajak dari tahun ke tahun sebesar 19,06% hingga awal Maret ini.
“Meski positif tapi memang belum cukup mengejar pertumbuhan 24%,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo kepada Kontan.co.id. Ia memproyeksi, realisasi penerimaan pajak tahun ini sebesar 87,63% dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 1.424,7 triliun.
Menurut Yustinus, selama Januari sampai awal Maret itu belum terlihat adanya efek dari amnesti pajak. Sebab, angsuran PPh 25 yang baru, baru akan mulai pada Maret atau April.
“Lebih kepada ijon yang bekurang di Desember 2017 sehingga bisa saja jadi faktor sehingga tahun ini jadi ‘normal’. Karena ijon bisa membawa (penerimaan) Februari,” jelas dia.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan optimistis bahwa selain faktor membaiknya ekonomi pada tahun lalu, pencapaian dari pertumbuhan penerimaan pajak hingga awal Maret ini adalah imbas dari amnesti pajak yang pada akhirnya mendorong kepatuhan WP.
“Ini efek amnesti pajak, efek ekonomi, efek kepatuhan, bahkan PPhnya tumbuh 20% yoy. Ini cukup bagus,” kata Robert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News