Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Test Test
JAKARTA. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah menyikapi sebagian rekening gendut milik pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga merupakan hasil tindak korupsi. Menurut Kepala PPATK, M. Yusuf, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai langkah pencegahan.
Keterangan tersebut disampaikan Yusuf dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (20/2). Dia menyebutkan bahwa pihaknya meminta laporan harta hasil kekayaan kepada para PNS tersebut, saat akan dilantik dan menduduki jabatan sebagai pejabat eselon 1 dan 2.
Menurut Yusuf, langkah antisipasi itu dinilai dapat meminimalisir transaksi keuangan yang mencurigakan. "Sudah kami sikapi sebagian," tukasnya.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa dalam rangka pemberantasan, pihaknya telah bekerjasama dengan aparat penehak hukum dengan membantu proses pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan laporan harta kekayaan. Saat ini, berdasarkan hasil analisis PPATK, terdapat 707 hasil analisis untuk PNS, 89 hasil analisis untuk anggota kepolisian, 12 hasil analisis untuk jaksa, 17 hasil analisis untuk hakim, 1 hasil analisis untuk KPK dan 65 hasil analisis anggota legislatif.
Sebelumnya, PPATK menemukan adanya uang miliaran rupiah dalam rekening PNS yang masih berusia muda (kurang dari 30 tahun). Rekening gendut tersebut diduga merupakan hasil korupsi.
Hasil penelusuran PPATK menunjukkan bahwa PNS muda pemilik rekening gendut tersebut melibatkan semua anggota keluarganya. PPATK juga menyerahkan sekitar seribu kasus serupa yang terjadi di seluruh Indonesia kepada aparat yang berwenang. Namun yang terjadi justru kasus-kasus kecil yang ditindaklanjuti, sementara yang mencapai miliaran rupiah tak ada tindak lebih lanjut.
Selama 2003-2012 terdapat 707 rekening PNS yang tak wajar. Jumlah rekening yang mencurigakan ini, menurut Yusuf, bervariasi mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 2 miliar.
Yusuf menyebutkan, rekening PNS yang tak wajar itu terbanyak ditemukan di Kementerian Keuangan khususnya dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak serta Bea dan Cukai. Karena itu, PPATK meminta aparat penegak hukum lebih serius lagi menindaklanjuti temuan PPATK.
PPATK juga tengah melakukan proses analisis atas lebih dari 2.000 laporan terkait dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana mayoritas transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut dilakukan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News