Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menemukan indikasi tindak pidana korupsi dari proyek pengadaan alat alat uninterruptible power supply (UPS).
Penyidik juga menaksir kasus mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 50 miliar. "Sementara dari hasil penyidikan diperoleh kerugian sekitar Rp 50 miliar," ujar Kepala Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ajie Indra saat dihubungi Rabu (18/3).
Kerugian tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD) 2014. Namun, Ajie menyebut, angka kerugian tersebut barulah taksiran dari pemeriksaan saksi-saksi dan dokumen yang saat ini masih berlangsung.
"Untuk kepastiannya kita harus menunggu hasil audit BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan). Kami akan hadirkan BPKP juga sebagai saksi ahli," ungkap dia.
Ajie menjelaskan, satu paket UPS tersebut terbagi dalam tiga rincian pendanaan. Pertama, pengadaan delapan rak untuk satu paket UPS senilai Rp 108 juta, instalasi senilai Rp 2,8 miliar dan alat UPS sendiri yang dibanderol hingga Rp 2,4 miliar. Maka total biaya dari pengadaan satu unit mencapai Rp 5,8 miliar.
Di samping meminta keterangan dari saksi ahli, Ajie mengatakan, saat ini penyidik masih harus memeriksa saksi-saksi dan dokumen terkait untuk memastikan nilai riil kerugian negara yang ditimbulkan dalam pengadaan UPS ini.
Sebagai informasi, penyidik telah menyita Rp 1,5 miliar dari seorang saksi. Namun, hingga kini penyidik belum juga menentukan nama tersangka dari kasus tersebut. Alasannya, belum semua saksi diperiksa dan penyidik juga belum menemukan alat bukti yang cukup untuk menentukan tersangka.
Ajie mengatakan penyidik perlu memeriksa 130 saksi terkait kasus tersebut. Mereka terdiri dari pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP) dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kepala sekolah yang menerima UPS, perusahaan pemenang tender, mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI, dan beberapa pihak lainnya yang terlibat. (Unoviana Kartika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News