Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - BATAM. Pembangunan menuju ekonomi biru di Indonesia nampaknya menemui banyak hambatan.
Menteri Perencanaan Permbangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengakui masih banyak tantangan yang harus diselesaikan dalam pembangunan ekonomi perairan ini.
Salah satunya, yaitu masih banyak penduduk Indonesia di wilayah pesisir yang masih miskin. Berdasarkan data Bappenas, tingkat kemiskinan di daerah pesisir memiliki persentase sebesar 11,02%. Lebih tinggi dari pada penduduk non pesisir yaitu 8,67%.
"Makanya di sasaran pembangunan nilai tukar wilayah pesisir, nelayan kita dorong untuk lebih besar," kata Suharso dalam Indonesia Development Forum 2023 di Batam, Senin (18/12).
Baca Juga: Potensi Nilai Tambah Ekonomi Biru Indonesia Capai US$ 30 Triliun pada Tahun 2030
Hambatan lainnya juga terjadi pada aspek sosial dan lingkungan pesisir utamanya masalah sampah yang menjadi ancaman ekosistem laut dan sungai
Suharso menyebutkan sampah plastik di Indonesia saat ini sudah mencapai 12,87 juta ton per tahun dan dari jumlah tersebut sebanyak 72% tidak terolah secara baik.
"Kontribusi maritim kita terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga masih sangat rendah hanya mencapai 7%. Padahal, kita punya potensi yang sangat besar," ungkap Suharso.
Tak hanya itu, Suharso juga menyebut, perubahan iklim turut menjadi hambatan pembangunan ekonomi biru di Indonesia.
Perubahan iklim ini secara nyata berdampak pada terganggunya ekosistem laut, salah satunya adalah kenaikan permukaan air laut yang menyebabkan banjir di daerah pesisir dan tenggelmnya habitat-habitat yang ada di daratan.
"Suhu air laut meningkat tentu akan merusak kita punya terumbu karang dan air laut tidak lagi asin tapi sedikit asam akibatnya hewan yang ada cangka menjadi bahaya bahkan rumput laut bisa beracun," kata Suharso.
Dalam mengahadapi tantangan ini, Kementerian PPN/Bappenas menyusun Indonesia Blue Economy Roadmap Edisi II untuk pengembangan ekonomi biru yang berkelanjutan dan inklusif.
Peta jalan ini memiliki empat pilar utama. Pertama, mengamankan laut yang sehat, tangguh, dan produktif. Kedua, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara lingkungan.
Ketiga, meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama. Terakhir, menciptakan lingkungan yang mendukung secara keseluruhan.
"Direncanakan dengan peta jalan ini kawasan konservasi meningkat menjadi 30% artinya luasnya menjadi 97,5 juta ha dan kotribusi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 15%," imbuh Suharso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News