kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha Sebut Belum Ada Urgensi Pembentukan RUU Larangan Minuman Beralkohol


Rabu, 14 September 2022 / 16:44 WIB
Pengusaha Sebut Belum Ada Urgensi Pembentukan RUU Larangan Minuman Beralkohol
ILUSTRASI. Minuman beralkohol


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha industri minuman beralkohol meminta pembentukan rancangan undang undang (RUU) terkait minuman beralkohol memperhatikan berbagai aspek. Termasuk keberlangsungan pelaku usaha di industri minuman beralkohol.

Executive Committee Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Ronny Titiheru menyampaikan, pelaku usaha industri minuman beralkohol telah diatur dan diawasi oleh berbagai macam regulasi. Mulai dari regulasi pemerintah pusat, kementerian, hingga pemerintah daerah.

Tercatat, ada 21 peraturan investasi dan produksi, tiga peraturan promosi, dan 170 peraturan distribusi dan konsumsi. Serta hampir 200 peraturan pemerintah daerah.

“Memang kami masih melihat bahwa sebetulnya dengan adanya berbagai peraturan yang ada sekarang ini, baik di tingkat pusat, di tingkat departemental, sampai ke tingkat daerah, kami masih beranggapan bahwa belum ada urgensi untuk kita sekarang ini mempunyai RUU pelarangan (minuman) beralkohol,” jelas Ronny dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (14/9).

Dia pun mengapresiasi spirit Baleg DPR RI yang ingin mengatur minuman beralkohol pada tingkat undang-undang. Namun demikian, Ronny meminta bentuk regulasi tersebut berupa pengendalian atau pengaturan, bukan berupa pelarangan minuman beralkohol.

Baca Juga: Kemenkeu Minta Tambahan Anggaran Subsidi Energi Rp 1,3 Triliun di 2023

Ronny menjelaskan, industri minuman beralkohol telah memenuhi semua aspek perizinan, produksi, distribusi dan penjualan sesuai peraturan yang ada. Pelaku industri juga telah memenuhi pembayaran pajak, cukai, dan peraturan terkait lainnya. Hal tersebut diantaranya melibatkan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, BPOM, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

“Kami ini bisa dibilang hampir yang kami membuat sampai menjual itu aturannya sangat ketat. Kami tidak boleh beriklan. Tempat-tempat penjualan juga harus sesuai peraturan, tidak boleh menjual bebas, juga produksi dicatat semuanya,” jelas Ronny.

Dia menambahkan, konsumsi per kapita minuman beralkohol Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara tetangga. Dia mencontohkan, konsumsi per kapita minuman beralkohol Malaysia yang notabene merupakan negara dengan penduduk mayoritas Islam, konsumsi minuman beralkohol capai 15 liter per orang per tahun. Sedangkan konsumsi per kapita minuman beralkohol di Indonesia hanya 0,3 liter per orang per tahun.

Dia juga menegaskan, minuman beralkohol juga tidak berkorelasi dengan tindak kejahatan. Hal ini berdasarkan penelitian FISIP Universitas Indonesia. Dia menyampaikan, pelaku usaha industri mengusulkan agar regulasi UU tentang minuman beralkohol berupa pengendalian atau pengaturan.

Sebenarnya, saat ini yang perlu menjadi perhatian adalah peredaran minuman oplosan karena oplosan bukan minuman beralkohol. Oplosan biasanya dibuat dengan mencampur minuman beralkohol dengan bahan non konsumsi seperti methanol, losion anti nyamuk, pembersih cat kuku dan sebagainya.

Baca Juga: Kompensasi ke Pertamina dan PLN Bakal Dibayar Per 3 Bulan Sekali

Berbeda dengan minuman beralkohol yang merupakan produksi dari perusahaan legal yang sudah mendapat ijin edar dari BPOM dan aman untuk dikonsumsi secara bertanggungjawab oleh konsumen berusia 21 tahun ke atas.

Ronny mencontohkan, di Indonesia telah diatur bahwa siapapun di bawah umur 21 tahun tidak boleh mengkonsumsi minuman beralkohol. Misalnya, ketika seseorang akan membeli minuman beralkohol di supermarket maka akan ada pengecekan KTP terlebih dahulu sebelum diberikannya minuman beralkohol tersebut.

“Balik ke enforcement nya aja, asal ini dilaksanakan, dimonitor, dipantau secara ketat kami yakin tentu industri minol bisa sudah cukup, karena hampir semua tadi sudah diatur dan memang tinggal implementasinya aja yang perlu digalakkan,” jelas Ronny.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (APIDMI) Ipung Nimpuno menambahkan, persepsi minuman beralkohol selama ini disebabkan adanya minuman beralkohol yang ada. Padahal, penyebab kematian yang diakibatkan minuman beralkohol berasal dari konsumsinya minuman oplosan.

“Oplosan ini bukan minuman beralkohol. Kasus kasus yang kami amati keributan yang disebabkan minuman beralkohol yang sering dimuat di media itu tidak terkait dengan minuman (produksi) industri,” ujar Ipung.

Anggota Baleg DPR RI Christina Aryani menilai, aturan minuman beralkohol yang ada saat ini sudah cukup untuk mengatur minuman beralkohol. Namun demikian, jika dirasa masih ada poin yang belum diatur, Ia mengusulkan agar adanya revisi aturan yang ada seperti revisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Anggota Baleg DPR RI Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan, perlunya pengaturan minuman beralkohol pada produk tingkat undang-undang. Menurutnya, dengan judul pelarangan minuman beralkohol bukan berarti akan ada larangan. Namun sebagai salah satu langkah menarik atensi dan langkah preventif agar adanya pengendalian dan memperhatikan dampak konsumsi minuman beralkohol.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×