Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pengadaan barang dan jasa menjadi salah satu kegiatan penting dalam pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pemerintah.
Namun, prosedur pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau e-procurement (e-proc) yang diselenggarakan Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sejauh ini belum maksimal bagi pemerintah karena jumlah penyedia kegiatannya yang masih minim.
Tatang Rustandar Wiraatmadja, Direktur Pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik LKPP mengemukakan, saat ini jumlah penyedia dalam e-proc tak sebanding dengan paket yang dilelang pemerintah, baik pusat maupun daerah.
"Jumlah paket lelang yang masuk lewat e-proc setiap tahun terus meningkat, sementara jumlah penyedia juga bertambah namun cukup lamban," ujar Tatang, Senin (2/12).
Minimnya jumlah penyedia dalam e-proc dilatarbelakangi berbagai faktor. Antara lain, minat yang kurang dari pengusaha untuk ikut dalam lelang barang pemerintah karena kerumitan birokrasi.
Menurut Tatang, tahun 2014 adalah saatnya bagi LKPP menyosialisasikan kepada dunia usaha bahwa menyediakan barang dan jasa di lingkungan pemerintah tidak rumit dan transparan.
Ia mengatakan, LKPP telah mendorong pemerintah daerah untuk memunculkan wirausaha baru sehingga bisa ikut berpartisipasi dan meramaikan e-proc ini.
Asal tahu saja, sepanjang 2013 ini terdapat 124.000 paket lelang yang masuk ke e-proc sedangkan jumlah penyedia hanya 200.000 perusahaan yang terverifikasi dalam e-proc.
Tatang bilang, jumlah ini jauh dari kata ideal. Untuk tiap kegiatan, setidaknya rata-rata hanya ada 4 penyedia yang bersaing dan berkompetisi.
"Rasio yang ideal adalah semakin banyak yang ikut semakin besar pula kompetisi harganya," ujarnya.
Fokus untuk memperbanyak penyedia ini penting, mengingat LKPP tahun ini telah berhasil memperbanyak sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sudah dilakukan 600 instansi, baik Kementerian maupun pemerintah daerah.
Direktur Advokasi dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Reifeldi menimpali, pengadaan barang dan jasa membutuhkan persaingan dan kompetisi agar pemerintah bisa memperoleh hasil yang terbaik.
Ia mengatakan, sebetulnya ada potensi 2,5 juta perusahaan penyedia barang dan jasa untuk berbagai sektor yang bisa ikut e-proc. Namun, kenyataannya baru sekitar 10% yang ikut e-proc hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News