Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
Bank peserta ini, akan berfungsi sebagai penyedia dana likuiditas yang berasal dari penempatan dana pemerintah.
"Ini bentuknya bisa sebagai deposito bagi bank pelaksana yang membutuhkan likuiditas, setelah mereka melakukan restrukturisasi dan/atau memberikan tambahan kredit modal kerja," paparnya.
Kemudian, kriteria bank pelaksana adalah bank umum konvensional atau bank umum syariah yang melakukan restrukturisasi dan/atau memberikan dana penyangga likuiditas bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi.
Baca Juga: Pemerintah alokasikan Rp 34,15 triliun bagi UMKM di program pemulihan ekonomi
Febrio menjelaskan, bank pelaksana ini bisa jadi termasuk ke dalam bagian dari 15 bank dengan aset terbesar. Jadi, memang memungkinkan ada bank tertentu yang juga berperan sebagai bank peserta sekaligus bank pelaksana.
"Namun, tentunya ada kategori di mana bank pelaksana tidak menjadi bank peserta. Dari situlah bank pelaksana ini akan bekerja sama dengan bank peserta, karena pemerintah hanya akan melakukan penempatan dana di bank peserta saja," kata Febrio.
Menurutnya, secara agregat saat ini perbankan tidak memiliki masalah likuiditas apabila melakukan restrukturisasi kepada UMKM selama enam bulan.
Pasalnya, saat ini jumlah SBN yang ada di perbankan ada sekitar Rp 700 triliun dan dengan peraturan yang berlaku, maka sekitar Rp 400 triliun saldo SBN tersebut masih bisa di-repo oleh perbankan ke BI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News