Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menghadapi tantangan serius dalam mengatur anggaran, dimana belanja untuk program-program prioritas terancam tergerus akibat tingginya beban utang.
Ketergantungan pada utang bisa menghambat upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan tanpa adanya perubahan dalam kebijakan fiskal, dampak negatifnya akan semakin jelas pada tahun-tahun mendatang.
Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, mengatakan bahwa sejak era pemerintahan Jokowi, Indonesia sudah terjebak dalam utang.
Baca Juga: Belanja Negara Naik Biayai Program Prioritas
Ia menegaskan bahwa fiskal tidak bisa jalan jika tanpa utang. Ketergantungan yang semakin dalam pada utang ini jadi masalah besar bagi pemerintahan mendatang, termasuk di masa Prabowo.
Wijayanto menjelaskan bahwa pada 2026, diproyeksikan bahwa pembayaran bunga dan pokok akan mencapai sekitar 19,3% dan 44,9% dari total pendapatan negara.
"Ini jauh di atas batas aman yaitu 10% dan 25%-30%," ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Selasa (26/8/2025).
Ini menunjukkan bahwa anggaran negara akan semakin tertekan, dan belanja untuk program-program prioritas akan berisiko terganggu.
Baca Juga: Jelang Nota Keuangan, Ekonom Prediksi Prabowo Tekankan Rasio Pajak& Program Prioritas
Menurut Wijayanto, pemerintah harus mengutamakan disiplin pada fiskal. "Utang baru harus di rem, pengeluaran yang berlebih dan bersifat menara gadin atau populis harus dikurangi," kata Wijayanto.
Jika tidak, Indonesia berpotensi akan mengalami kondisi fiskal yang mengkhawatirkan, yang bisa memperburuk ekonomi.
Ia mengingatkan bahwa jika pola pengelolaan fiskal tetapi tidak berubah, kondisi ini tidak akan membaik.
"Jika APBN 2026 dijalankan sesuai rencana, situasi fiskal kita 2027 akan lebih buruk dari 2025 dan 2026," jelas Wijayanto.
Ini menunjukkan bahwa tanpa adanya perubahan yang signifikan, dampak negatif utang akan terus berlanjut.
Baca Juga: Sri Mulyani Minta Polri Kawal Program Prioritas dan Jaga Kesehatan APBN
Wijayanto menekankan bahwa jika skenario buruk ini terjadi, fiskal justru akan jadi beban, bukan alat untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan.
Maka itu, sangat penting bagi pemerintah untuk menjalankan program pembangunan dengan hati-hati dan terencana, agar kesejahteraan masyarakat di masa depan tidak terancam.
Selanjutnya: Buka Posko Pengaduan, Vale Indonesia (INCO) Tangani Kebakaran Pipa di Luwu Timur
Menarik Dibaca: 7 Kebiasaan Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News