Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi oleh koperasi di Tanah Air. Hal ini disampaikan bersamaan dengan peringatan hari koperasi nasional yang ke-98.
Ketua Dewan Pengawas Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Said Abdullah, menegaskan bahwa koperasi harus kembali menjadi semangat ekonomi kerakyatan sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden Pertama RI yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
"Koperasi sebagai usaha rakyat. Koperasi tumbuh dari semangat rakyat menghimpun diri dalam kegiatan ekonomi secara mandiri," ujar Said dalam keterangannya, Sabtu (12/7).
Ia menambahkan, koperasi sebagai kumpulan rakyat menghimpun modal, namun kedudukan anggota koperasi setara, tidak dibedakan berdasarkan jumlah setoran modal seperti layaknya perseroan.
"Dari modal yang terkumpul, koperasi membangun usaha yang minimal melayani anggotanya sendiri," katanya.
Baca Juga: Prabowo Resmikan Koperasi Desa Merah Putih 19 Juli 2025 di Klaten
Selain itu, koperasi juga menjadi sarana pendidikan rakyat dan berhimpun, bukan semata urusan ekonomi, tetapi juga pengembangan diri melalui berbagai kegiatan pendidikan, dan membangun bonding komunal, untuk mewujudkan gerakan gerakan perubahan sosial lebih luas.
Said menambahkan, koperasi sebagai agen dan pilar pembangunan. Dengan meluasnya gerakan koperasi, maka kegiatan ekonomi juga akan meluas.
"Modal yang terkumpul semakin besar, namun dimiliki banyak orang, sehingga koperasi menggerakan ekonomi lebih besar, namun kepemilikannya tidak disegelintir orang. Dengan demikian usaha koperasi mengurangi kesenjangan sosial," jelasnya.
Tidak hanya itu, ia juga menilai bahwa koperasi merupakan perwujudan paling kongkrit dari maksud perekonomian Pancasila.
Di dalam koperasi ada gotong royong, usaha perekonomian disusun modal bersama dan untuk kemakmuran bersama, pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis karena semua anggota kedudukannya setara tanpa memandang setoran modalnya.
Namun demikian, Said menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi koperasi di Indonesia saat ini. Pertama terkait kontribusinya terhadap PDB yang masih rendah. Data BPS menunjukkan volume usaha koperasi pada tahun 2024 baru mencapai Rp 214 triliun, atau sekitar 0,97% dari PDB Indonesia yang bernilai Rp 22.139 triliun.
Sebaliknya usaha skala UMKM mencapai 63% PDB Indonesia. Hal ini menunjukkan individualisme usaha merupakan tantangan yang harus dihadapi koperasi.
"Kedepan, insan insan koperasi harus mampu menjadikan koperasi sebagai wahana berhimpun gotong royong yang lebih menjanjikan daripada usaha individual," katanya.
Kedua, tertinggal dari koperasi di negara kapitalis. Kontribusi koperasi terhadap PDB Amerika Serikat sebesar 5%, Jerman 6%, Belanda dan Perancis 18%, Selandia Baru 20%. Di negara negara kapitalis kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasionalnya jauh lebih besar ketimbang di negara kita yang menganut Pancasila, yang kurang dari 1%.
Kesenjangan ini menjadi masalah serius terhadap sistem perekonomian nasional. Said berharap gerakan Koperasi Merah Putih mendorong membesarkan koperasi Indonesia dan berkontribusi penting bagi perekonomian nasional.
“Namun insan koperasi tetap harus menjaga semangat kemandirian ekonomi sebagai bagian dari 7 prinsip berkoperasi, sebab posisi pemerintah menstimulasi dan fasilitasi," terang Said.
Baca Juga: Kemnaker-Kemenkop Pasang Target Ambisius Bangun 80.000 Koperasi Desa
Ketiga, didominasi usaha simpan pinjam. Saat ini, sebagian besar koperasi di Indonesia masih didominasi oleh usaha simpan pinjam. Padahal di banyak negara, koperasi telah merambah sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan besar.
Contohnya, Koperasi Mondragon di Spanyol yang bergerak di sektor industri, dan NKL di Norwegia yang memiliki aset lebih dari US$ 9,6 miliar di sektor perdagangan.
"Tantangan kedepan pemerintah dan insan koperasi lebih mengembankan keragaman bentuk bentuk usaha koperasi," imbuh Said.
Terakhir, citra yang buruk. Belakangan rangkaian kasus penipuan (fraud) di beberapa koperasi pada masa lalu turut merusak kepercayaan publik.
Oleh karena itu, menurut Said, koperasi dan organisasi seperti Dekopin harus berperan aktif dalam memperbaiki tata kelola dan membangun citra positif koperasi sebagai institusi ekonomi yang kredibel.
"Tantangan kedepan bagi insan koperasi adalah menjadikan koperasi sebagai wahana yang bercitra diri baik," pungkasnya.
Selanjutnya: Populasi Lansia di Indonesia Bertambah, Beban Ekonomi dan Kesehatan Bisa Meningkat
Menarik Dibaca: Bagus untuk Diet, Ini 4 Manfaat Makan Salad Setiap Hari untuk Kesehatan Tubuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News