Reporter: Michelle Clysia Sabandar | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar finansial negara berkembang termasuk Indonesia sejak awal pekan ini tertekan. Penguatan dollar Amerika Serikat (AS) serta krisis mata uang Turki, Lira membuat rupiah serta IHSG mengalami koreksi.
Sejak awal tahun, rupiah dicatatkan telah melemah sebesar 7,59% terhadap dollar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 1,73% , dan ditutup pada level 5.769,88, Selasa (14/8). Sementara, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah (SUN) untuk seri acuan 10 tahun telah menembus level psikologis 8%.
Budi Hikmat, Direktur Strategi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management mengatakan, pemerintah Indonesia harus berhati-hati dengan defisit transaksi berjalan yang telah menembus angka 3% terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB).
"Ini menjadi alarm untuk Indonesia, agar kembali mengaktifkan mesin pendulang valas. Jika tidak, CAD akan terus tertekan,” katanya.
Indonesia sendiri masih bergantung dengan eskpor komoditas seperti batubara dan migas. Sementara ekspor non migas turun di tengah kenaikan harga impor bahan baku dan barang modal.
Defisit pada neraca migas disebabkan impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan minyak yang lebih tinggi selama lebaran dan liburan sekolah lalu. Budi menilai, untuk menekan defisit transaksi berjalan, dalam pekan ini pemerintah harus mengumumkan sejumlah langkah guna mengendalikan impor seperti barang yang di konsumsi, bahan baku dan barang modal.
Di sisi lain, Bahana mengapresiasi positif langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki neraca pembayaran.“Pemerintah harus mempercepat upaya untuk memanfaatkan penguatan dollar dan kenaikan harga energi minyak baik melalui kebijakan substitusi energi (B20 biodiesel) dan memacu pariwisata dan manufaktur yang bisa menghasilkan devisa bagi negara,” papar Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News