Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri padat karya semakin masif sejak awal tahun 2025.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, masifnya gelombang PHK yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi global dan dalam negeri.
Bahkan, ia memprediksi bahwa PHK masih akan berlanjut.
“Jangan heran kalau di bulan-bulan ke depan akan banyak industri padat karya lainnya yang akan melakukan PHK,” ujar Agus, Jumat (30/5/2025).
Baca Juga: Airlangga: Fasilitas Kredit Sektor Padat Karya Diharapkan Dorong Produksi Ekspor UMKM
Industri padat karya adalah jenis industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksinya, dibandingkan dengan penggunaan teknologi atau mesin, sehingga industri ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Adapun yang termasuk dalam industri padat karya adalah sektor tekstil, alas kaki, perkebunan termasuk industri hasil tembakau, perikanan kelautan, kerajinan, konstruksi, serta pariwisata dan perhotelan.
Agus menyatakan bahwa saat ini industri dalam negeri tidak banyak berkembang karena banyaknya regulasi-regulasi restriktif dan pungutan ilegal, terutama terkait perizinan. Banyaknya pungutan ilegal membuat harga produksi menjadi lebih mahal.
Ketika dijual untuk ekspor, produk Indonesia kalah bersaing dan hanya mengandalkan pasar dalam negeri.
Sementara dari sisi perlindungan pekerja, pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengatakan bahwa pemerintah memiliki peran sentral untuk mengatasi PHK di industri padat karya.
Baca Juga: OJK Akui Pertumbuhan Kredit ke Sektor Padat Karya Belum Optimal
Sesuai dengan Pasal 151 UU Cipta Kerja, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.
Jika PHK tidak dapat dihindari, prosesnya harus dilakukan dengan transparansi dan melalui mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan.
“Seharusnya pemerintah pusat dan daerah rutin jemput bola ke perusahaan, untuk menanyakan apa yang menjadi hambatan,” tambah Timboel.
Hal ini menjadi penting bagi pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan atau regulasi-regulasi yang mengancam keberlangsungan industri-industri padat karya.
Selain itu, memonitor kebutuhan investor juga bisa menjadi langkah mitigasi pemerintah dalam hal PHK.
Dengan banyaknya fenomena PHK saat ini, tak ayal akan mempengaruhi konsumsi masyarakat, apalagi saat ini 52% PDB ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Baca Juga: Meski Ada Insentif, OJK Akui Pertumbuhan Kredit ke Sektor Padat Karya Belum Optimal
“Kalau ada PHK, masyarakat tidak memiliki uang lagi untuk belanja, dan konsumsi masyarakat menurun. Hal itu juga membuat kontribusi ke investasi berkurang, karena daya beli melemah, karena barang yang diproduksi tidak laku,” tutur Timboel.
Kerawanan sosial dengan banyaknya pengangguran juga meningkatkan kriminalitas. Timboel menjelaskan bahwa Indonesia seharusnya belajar dari Amerika Serikat (AS), di mana isu PHK menjadi sangat krusial.
“Tingkat pengangguran terbuka menjadi isu yang sangat sensitif, itu adalah warning bagi perekonomian di sana,” jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat Sebut Pemerintah Perlu Atasi Gelombang PHK Sektor Padat Karya", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2025/05/30/190223926/pengamat-sebut-pemerintah-perlu-atasi-gelombang-phk-sektor-padat-karya?page=all#page2.
Selanjutnya: Resmi! Liverpool Rekrut Jeremie Frimpong dari Leverkusen Senilai €35 Juta
Menarik Dibaca: Promo Tiket Pesawat Garuda Jakarta-Tokyo PP mulai Rp 6,1 Jutaan, Beli di GOTF 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News