Reporter: Hans Henricus | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Masalah pembebasan lahan seringnya selalu berbuntut kisruh. Untuk mengurangi resiko seperti itu kedepannya, Pemerintah berjanji akan membebaskan tanah demi pembangunan untuk kepentingan umum setelah dana ganti rugi tersedia.
Dengan kata lain, kesepakatan harga antara pemerintah dengan pemilik tanah sudah terjadi terlebih dahulu. Selanjutnya, pemerintah akan menyediakan dana ganti kerugian. "Pada saat pengadaan tanah itu dilakukan, uang sudah tersedia," ujar Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto akhir pekan lalu.
Tujuannya, agar memberi kepastian pada masyarakat bahwa tanah yang dibeli akan dibayar setelah beralih menjadi milik pemerintah. "Karena tanah itu betul-betul untuk kepentingan umum dan dimiliki pemerintah maka ada jaminan pembiayaan," terang Joyo.
Menurut Joyo, sebelumnya tidak ada ketentuan yang pasti tentang dimulainya proses pembebasan tanah dan pembayaran ganti kerugian. Akibatnya, kerap terjadi pembebasan tanah tapi dananya belum tersedia sepenuhnya.
Joyo menambahkan, pemerintah akan mempertahankan kebijakan ini agar tidak ada perubahan saat dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat nanti. Selain itu, dalam pembahasan bersama DPR nanti pemerintah juga akan mempertahankan aturan tentang proses pengadaan tanah berada di bawah kendali BPN.
Bukan itu saja, pemerintah juga akan mempertahankan prinsip pengadaan tanah yang tercantum dalam RUU itu agar tidak berubah. Pertama, pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus berjalan dan tidak boleh macet
Kedua, menjamin sepenuhnya hak masyarakat pemilik tanah. Ketiga, menghindari spekulasi harga tanah. Keempat, pengadaan tanah juga mengacu kepada best practise di negara-negara lain.
Menurut Joyo, RUU pengadaan tanah versi pemerintah sudah rampung. Saat ini, Sekretariat Negara sedang menyusun amanat Presiden (Ampres). Joyo berharap Ampres bisa selesai pekan ini, sehingga pembahasan awal dengan Komisi II DPR segera dimulai pertengahan Desember.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News