Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Sementara itu, hasil pemanfaatan data keuangan dari Satuan Tugas (Satgas) Pajak juga bisa untuk membantu dalam konteks pengawasan. “Misalnya ada UMKM dan membayar PPh Final 0,5 %, tetapi data keuangannya memberikan gambaran yang jauh berbeda, tentu akan ditindaklanjuti dengan pengawasan,” ujar Yoga.
Saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mengatur kesetaraan antara pedagang offline dan online. Dengan adanya beleid tersebut, Yoga mengharapkan pelaku UMKM yang sudah memenuhi persyaratan menjadi wajib pajak (WP) maka harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Ini sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Kalau memang belum memenuhi syarat, berarti tidak harus ber-NPWP. Tapi bukan berarti bahwa orang yang belum punya NPWP tidak bisa berjualan di e-commerce,” ucap Yoga.
Baca Juga: Shortfall pajak Rp 245 triliun pada 2019, terburuk dalam lima tahun terakhir
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E- Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan pada dasarnya asosiasi tidak mensyaratkan UMKM di platform digital sudah menjadi wajib pajak patuh atau belum. Selama ini, UMKM melaporkan PPh final atas kehendak sendiri.
Namun, ia menyadari perluasan channel pembayaran pajak di e-commerce cukup mempermudah UMKM yang berdagang di sana bisa sekaligus membayar PPh final. Sehingga dengan perluasan yang ditargetkan tahun ini, diyakini akan menambah basis WP UMKM baru.
“PP Nomor 80 Tahun 2019 soal izin usaha e-commerce memang baru mengatur perdagangan. Tapi ke depan mungkin akan mengatur perpajakannya juga sebagai perluasan pajak dari UMKM,” kata Ignatius kepada Kontan.co.id, Senin (6/1).
Ignatius bilang, asoisasi keberatan bila nantinya UMKM yang ingin berdagangn diwajibkan mempunyai NPWP. Alasannya, prasyarat ini akan menghambat calon pelapak karena tidak semua memiliki NPWP. Mereka akan memilih berdagang di media sosial yang justru akan lebih sulit diawasi otoritas pajak.
Dari sisi profil UMKM di e-commerce pun berbeda-beda. Ignatius menerangkan bahwa tidak semua pelapak memiliki niat serius berkelanjutan dalam berdagang. “Ada sebagian yang hanya coba-coba, bahkan cuma menjual satu barang dari hadiah dia jual di e-commerce,” ujar Ignatius.
Baca Juga: Tetapkan target investasi, Kemenko Perekonomian: Permudah evaluasi pengelolaan KEK
Dia menegaskan, untuk dapat mengatur kepatuhan perpajakan UMKM di e-commerce, asosiasi membuka pintu lebar-lebar dengan pemerintah untuk mendiskusikan skema perpajakan apa yang diinginkan dengan tidak membebani industri yang sedang berkembang itu, tapi tetap menjunjung level playing field dalam dunia usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News