Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemesanan pita cukai rokok menjadi harapan pemerintah mengejar target penerimaan pajak di tahun ini. Sebab, sinyal perlambatan sudah terasa dalam delapan bulan terakhir.
Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) sepanjang Januari-Agustus 2019, total penerimaan cukai sebesar Rp 93,12 triliun atau setara 56,27% dari target penerimaan cukai 2019 senilai Rp165,50 triliun.
Sayangnya, angka tersebut secara pertumbuhan pada 2019 hanya mencapai 18,52% year on year (yoy). Jauh melambat ketimbang pencapaian dalam periode sama tahun lalu di level 58,93%.
Baca Juga: Penerimaan negara lesu, Kemenkeu pastikan tidak ada pengurangan belanja
Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai Kemenkeu Deni Surjantoro mengatakan penerimaan cukai sampai dengan akhir Agustus masih bisa tumbuh mencapai target di sisi waktu empat bulan ke depan.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) berharap kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2020 sebesar 23% dapat membuat industri rokok melakukan pemesanan pita cukai di tahun ini.
Meski demikian, Deni mengaku sepanjang tahun pita cukai rokok belum laris manis. Alasannya minat industri rokok memesan bandrol cukai tersebut cenderung fluktuatif, sesuai dengan keadaan industri rokok. Sayang pihaknya belum bisa memaparkan realisasi pemesanan pita cukai rokok.
Baca Juga: Subsidi energi sebesar Rp 125,3 triliun di 2020, ini rinciannya
DJBC melihat industri rokok di tahun ini stagnan, dari sisi volume tren produksi rokok. Sementara itu, optimisme tetap terbendung. Deni bilang menjelang akhir tahun biasanya perusahaan rokok memesan pita cukai, apalagi melihat kepastian pemerintah bahwa tarif CHT sebesar 23%.
Selanjutnya, sebagai kontributor terbesar penerimaan cukai, Deni bilang upaya pengendalian rokok ilegal dapat menambah pundi-pundi penerimaan. “Kami sedang gencar memberantas rokok ilegal sehingga pasaran rokok ilegal diberantas,” kata Deni kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Adapun pada tahun ini Bea Cukai menargetkan penyebaran rokok ilegal di level 3%. Menurut Deni, secara tren peredaran rokok ilegal menurun dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data DJCB, pada tahun 2016 peredaran rokok ilegal mencapai 12%, kemudian di tahun 2017 menyusut di level 10%, sementara tahun 2018 sebesar 7%.
Di sisi lain, tren pertumbuhan rokok elektrik semakin berkembang. Deni mengaku penerimaan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) memang tumbuh, tetapi belum begitu signifikan dan kontribusi terhadap penerimaan cukai secara keseluruhan masih minim.
Baca Juga: Ubah tata cara, revisi alokasi anggaran subsidi tak perlu izin DPR
Selain CHT dan cukai HPTL penerimaan cukai berasal juga berasal Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Etil Alkohol (EA). Penerimaan cukai MMEA sampai dengan akhir bulan Agustus 2019 mencapai Rp 4,02 triliun atau tumbuh 17,3% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2018.
Deni mengatakan kinerja positif penerimaan cukai MMEA salah satunya dikontribusikan oleh program penerbitan cukai berisiko tinggi (PCBT), yang berperan dalam mengurangi peredaran minuman beralkohol ilegal.
Selanjutnya, capaian cukai EA per 31 Agustus 2019 adalah sebesar Rp 0,08 triliun atau 51,82% dari target yang diamanatkan pada APBN tahun 2019 yang sebesar Rp 0,16 triliun.
Baca Juga: Tarik wisatawan mancanegara, pemerintah bebaskan PPN lewat VAT Refund
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News